OzAlum Podcast

Eps #17: How Vital Is Sustainable Tourism for Indonesia's Economy?

Australia Global Alumni in Indonesia Season 1 Episode 17

Tourism is one of the most critical sectors for obtaining foreign exchange, which is vital to Indonesia's economy. With the revival of the tourism sector after COVID-19, tourism is recognised by the government as a critical tool for socio-economic development. However, along with its positive impact on economic growth, the expansion of the tourism industry also significantly contributes to rising carbon dioxide emissions and energy consumption. Indonesia is now reinventing and prioritising high-quality and sustainable tourism goals through implementing community-based, sustainable, inclusive tourism, which will translate to job creation impacts and boost the overall economy.

In this seventeenth episode, our Guest Host Kendartanti Subroto, chats with Professor Noel Scott, Adjunct Professor of Tourism Management at the Sustainability Research Centre, University of the Sunshine Coast and OzAlum Mohamad Farid Zaini, General Manager of Rinjani Lombok UNESCO Global Geopark Management Agency. They discuss the most challenging issues the tourism stakeholders face in implementing sustainable tourism and boosting economic growth. And what are the examples of Indonesia's best sustainable tourism destination that has met the Global Sustainable Tourism Council (GSTC) standard?

Listen to our OzAlum Podcast on Spotify, Apple Podcasts, Google Podcasts, YouTube, and the OzAlum website. Don't forget to leave a rating and review!

INDONESIAN TRANSCRIPT - OZALUM PODCAST EPISODE 17

Professor Noel Scott: Apa itu Pariwisata Berkelanjutan? Ini tentang memastikan bahwa, sebagai wisatawan, kita memberikan masa depan dalam hal dampak ekonomi, dampak sosial, dan dampak lingkungan.

Mohamad Farid Zaini: Jadi mudah diucapkan tapi sulit diterapkan di Indonesia. Selalu ada konflik ketika kita ingin mengubah dari pariwisata massal menjadi pariwisata berkualitas, misalnya.

Kendartanti Subroto: Halo dan selamat datang di OzAlum Podcast di mana kami membawakan beberapa cerita unik dari alumni kami yang menginspirasi, bersama saya, Kendartanti Subroto. OzAlum Podcast adalah akses kamu ke jejaring global alumni. Podcast ini dipersembahkan oleh tim Australia Global Alumni di Indonesia.

Episode kali ini kita akan membahas tentang Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat penting untuk devisa, dan sangat vital bagi perekonomian kita. Dengan kebangkitan sektor pariwisata setelah pandemi COVID-19, pariwisata diakui oleh pemerintah sebagai alat penting untuk pembangunan sosial dan ekonomi.

Namun, seiring dengan dampak positifnya terhadap pertumbuhan ekonomi, perluasan industri pariwisata juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan emisi CO2, serta konsumsi energi. Industri pariwisata bertanggung jawab atas delapan persen emisi karbon dunia. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi angka tersebut hingga setengahnya pada tahun 2035 dan mencapai nol bersih pada tahun 2045. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menyebutkan bahwa pandemi telah menyoroti kebutuhan kritis untuk mengubah industri pariwisata menjadi pariwisata berkelanjutan.

Indonesia sekarang menciptakan kembali dan memprioritaskan tujuan pariwisata berkualitas tinggi dan berkelanjutan melalui penerapan pariwisata berbasis masyarakat, berkelanjutan, dan pariwisata inklusif yang akan berdampak pada penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan ekonomi secara keseluruhan.

Namun masih ada pertanyaan tentang seberapa penting pariwisata ramah lingkungan bagi Indonesia? Bagaimana Indonesia dapat membatasi tantangan dalam konteks kesejahteraan lingkungan, seperti pariwisata dan cagar budaya berbasis alam, meningkatnya perubahan iklim dan pemanasan global, serta konsumsi energi?

Sebelum kita mulai diskusi, ijinkan saya menyapa dan memperkenalkan kedua pembicara hebat kita hari ini. Profesor Noel Scott dan Mohamad Farid Zaini. Halo Profesor Noel! Hai Farid! 

Professor Noel Scott: Hai! 

Mohamad Farid Zaini: Halo Mbak Kendar, Profesor Noel, senang bertemu lagi!

Professor Noel Scott: Senang berada di sini. Terima kasih.

Kendartanti Subroto: Terima kasih banyak telah bergabung dengan podcast ini.

Noel Scott adalah Adjunct Professor of Tourism Management di Sustainable Research Centre, University of The Sunshine Coast, Queensland, Australia, dan Centre for Tourism Research, Edith Cowan University, Western Australia. Penelitian Profesor Noel meliputi studi pengalaman pariwisata, manajemen objek wisata dan pemasaran, serta organisasi kemitraan. Dia sering menjadi pembicara di konferensi akademik dan industri internasional. Dia memiliki lebih dari 300 publikasi, termasuk 17 buku.

Dan sekarang, ijinkan saya memperkenalkan Mohamad Farid Zaini, General Manager di lembaga manajemen Rinjani Lombok UNESCO Global Geopark. Farid baru saja dilantik sebagai ketua Jaringan Geopark Indonesia, yang bertanggung jawab mengkoordinasi sembilan belas geopark di Indonesia. Pengembangan geopark memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap pariwisata berkelanjutan di Indonesia.

Profesor Noel dan Farid, kita sering mendengar kata keberlanjutan dan Pariwisata Berkelanjutan, tetapi mungkin banyak dari kita yang tidak yakin tentang apa itu Pariwisata Berkelanjutan dan mengapa itu penting bagi Indonesia?

Professor Noel Scott: Terima kasih atas kesempatannya. Apa itu pariwisata berkelanjutan? Ada banyak definisi akademik, tetapi ini tentang memastikan bahwa, sebagai wisatawan dan sebagai tuan rumah di komunitas tempatmu tinggal, Kamu memberikan masa depan yang lebih baik dari masa lalu, dalam hal dampak ekonomi, dampak sosial, dan dampak lingkungan. Kamu tidak bisa berhenti berkelanjutan dan tidak hanya memberikan satu hasil akhir. Ini adalah hal yang terus-menerus. 

Saya lebih suka berpikir dalam rencana yang spesifik. Jadi, apa yang bisa kita lakukan di tempat wisata agar berkelanjutan? Banyak hal yang dapat kamu lakukan. Bagi saya, hal ini lebih berorientasi pada tindakan, memastikan bahwa kita semua mencoba memikirkan jenis pariwisata yang kita miliki dan bisa kembangkan untuk menggerakkan dan mengelola pariwisata agar lebih berkelanjutan.

Kendartanti Subroto: Terima kasih, Profesor Noel. Dan bagaimana denganmu, Farid?

Mohamad Farid Zaini: Berdasarkan pengalaman saya selama 10 tahun di dunia pariwisata, khususnya di geopark, dasar-dasarnya adalah Triple Bottom Line di Pariwisata Berkelanjutan, yaitu 3P. Jadi kita tahu bahwa Planet, Penduduk, dan Pendapatan, adalah unsur utama dari konsep Pariwisata Berkelanjutan. Jadi, mudah diucapkan tapi sulit diterapkan di Indonesia.

Selalu ada konflik ketika kita ingin mengubah Pariwisata Massal menjadi Pariwisata Berkualitas. Kita sudah mendengar tentang kasus di Borobudur dan Taman Nasional Komodo yang membatasi pengunjung dengan menaikkan harga tarif masuk menunjukkan bahwa tidak mudah untuk menerapkan apa yang disebut Pariwisata Berkualitas. Pemerintah berusaha melindungi cagar budaya dengan membatasi wisatawan melalui kenaikan harga tanpa bunga, dan masyarakat protes karena takut kehilangan pendapatan dan keuntungan dari kebijakan ini. Jadi untuk mempertahankannya, menurut saya, kita harus menemukan keseimbangan antara aspek 3P ini, Planet, Penduduk, dan Pendapatan, dan menemukan cara untuk membuatnya seimbang. Namun, pemerintah Indonesia sangat peduli dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan.

Pemerintah kini telah menetapkan arah yang jelas dalam Rencana Pembangunan Nasional untuk melaksanakan program pembangunan pariwisata terpadu dan berkelanjutan, disebut Program Pembangunan Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan, atau P3TB, untuk mendukung Pariwisata Berkelanjutan di 10 besar objek wisata prioritas, termasuk Lombok. 

Jadi kami menyiapkan regulasi, anggaran, tim khusus, kerangka kerja, dan semua detail perencanaan untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Jadi, menurut saya Indonesia sudah menganggap serius pariwisata berkelanjutan dan diakui sebagai hal yang sangat penting untuk dikembangkan.

Kendartanti Subroto: Kedengarannya cukup menjanjikan, bukan? Saya ingin memastikan dengan ahli di bidang pariwisata. Profesor Noel, dalam pengamatan Anda, seberapa berkelanjutankah pariwisata Indonesia? Tantangan apa yang masih dihadapi oleh pasar berkelanjutan di Indonesia dan apa sebenarnya perbedaannya dengan yang dihadapi Australia?

Professor Noel Scott: Ya, pertanyaan bagus. Saya pikir Indonesia mulai menerapkan kebijakan untuk membuat pariwisata lebih berkelanjutan. Ini adalah sebuah perjalanan. Ini tentang membuat, menerapkan, dan kemudian memantau taman nasional untuk memastikan bahwa taman tersebut dilindungi. 

Ini tentang melindungi satwa liar dan memastikan bahwa Orangutan di Kalimantan dilindungi dan memiliki cukup lahan, atau kawasan hutan, untuk bertahan hidup dalam jangka panjang. Ini tentang memastikan bahwa komunitas yang menjadi tuan rumah pariwisata, pedesaan, menghasilkan cukup keuntungan yang bermanfaat. Jadi, pariwisata di Indonesia menjadi lebih berkelanjutan dan, menurut saya, pariwisata sebenarnya bisa mengarah pada keberlanjutan. Itulah yang kami lihat. 

Pak Farid berbicara tentang Taman Nasional Komodo, dan di tempat seperti itulah masalahnya sangat menonjol dan pemerintah harus memikirkan dan memberikan solusi secara kepariwisataan. Saya pikir itu adalah langkah yang menjanjikan. Bagaimana perkembangan Indonesia? Saya kira, seperti Australia, pariwisata di Indonesia mulai sadar akan keberlanjutan. Mungkin ini seperti yang terjadi di Australia sekitar satu dekade yang lalu.

Kendartanti Subroto: Jadi sekarang Australia tidak menghadapi tantangan yang sama seperti Indonesia, begitu?

Professor Noel Scott: Tantangannya sama. Ini tentang pengelolaan sampah dan memastikan kebersihan pantai dan objek wisata. Ini tentang memastikan bahwa penebangan di Taman Nasional terkendali dan memastikan bahwa kawasan tersebut dilindungi. Semua hal ini pernah terjadi di Australia dulu. Indonesia adalah negara berkembang. Kebijakan, peraturan dan regulasi untuk melindungi lingkungan mulai diterapkan dan memungkinkan pariwisata berjalan dengan baik, tetapi ini akan memakan waktu. Butuh waktu untuk mengimplementasikan semuanya.

Kendartanti Subroto: Tentu saja waktu. Perubahan tidak terjadi secara instan. Saya ingin tanya ke Farid. Mungkin kamu bisa ceritakan pemikiranmu tentang isu-isu apa yang paling menantang yang dihadapi oleh para mitra pariwisata di Indonesia, berdasarkan penerapan pariwisata berkelanjutan?

Mohamad Farid Zaini: Tantangannya menurut saya cukup banyak. Jadi, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, konflik di antara masyarakat di mana kita ingin menerapkan pariwisata berkualitas sebagai bagian dari pariwisata berkelanjutan.

Kenaikan tarif masuk untuk fasilitas dan pelayanan yang lebih baik, misalnya, cenderung terjadi di Indonesia. Jadi tidak hanya di Borobudur dan Taman Nasional Komodo, tapi di Lombok juga terjadi. Sejumlah orang menolak proyek investasi kereta gantung di Gunung Rinjani. Mereka khawatir hal ini dapat mengurangi penghasilan mereka yang menawarkan jasa pemandu wisata ke Gunung Rinjani. Saya setuju dengan yang dikatakan Profesor Noel bahwa kita perlu dengan serius memberikan penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat tentang apa artinya berkelanjutan. Kita harus belajar banyak dari Australia tentang penerapan pariwisata berkelanjutan di sana. 

Jadi di Geopark Rinjani-Lombok, kami memiliki beberapa program dimana tujuan dari proyek ini adalah untuk mencapai komunitas lokal yang berkelanjutan, melalui kegiatan literasi dan pendidikan yang lebih baik. Terutama bagaimana kita bisa menghargai cagar budaya dengan melestarikan alam. Kami selalu berusaha untuk memberikan pendidikan atau wawasan dalam setiap paket wisata yang kami buat dengan para pemandu wisata lokal. Jadi, menurut saya itu adalah bagian yang paling menantang dalam mengimplementasikan pariwisata berkelanjutan di Lombok.

Kendartanti Subroto: Tadi para pembicara kita menyinggung tentang pentingnya kesadaran. Sekarang tentang kegiatan umum, perilaku, kebiasaan, dan juga aktivitas yang dilakukan oleh wisatawan atau pelaku pariwisata yang tanpa disadari dapat membahayakan keberlanjutan. Apakah ada contohnya, Profesor Noel? 

Professor Noel Scott: Pemandu dan perusahaan wisata, mereka biasanya ingin memberikan pengalaman yang terbaik untuk pelanggan mereka. Jadi, mereka ingin mengajak pelanggan mereka ke tempat-tempat yang indah, seperti Gunung Rinjani, terumbu karang, atau melihat burung Cendrawasih di Papua, dan jika dilakukan untuk satu pengunjung saja, itu tidak apa-apa. Masalahnya adalah jika objek wisata menjadi populer, para pelaku wisata dapat mengganggu ekosistem. Bila itu terjadi, pariwisata menjadi di luar kendali dan dapat terjadi degradasi lingkungan. 

Apabila terlalu banyak orang menyelam di terumbu karang, tidak meminta pengunjung untuk mengumpulkan sampah jika mereka pergi berkemah di taman nasional. Itu semua masalah yang bisa dilihat. Saya bisa bilang jika perusahaan wisata melakukan hal dengan benar, maka biasanya pelanggan bersedia menghargai dengan membayar ekstra. Jadi, jika perusahaan wisata mematuhi prinsip yang melindungi lingkungan dan dapat membuktikannya, kemungkinan mereka bisa mendapatkan lebih banyak pelanggan.

Kendartanti Subroto: Hebat! Ada quid pro quo yang bagus untuk kita renungkan. Apa pengamatanmu, Farid?

Mohamad Farid Zaini: Saya percaya pada Pariwisata Berbasis Selfie, atau yang kami sebut Turis Pembuat Konten. Saya kira tidak hanya terjadi di Geopark Rinjani-Lombok saja. Saya sudah bepergian ke banyak tempat wisata di Indonesia dan menurut saya hampir sama. 

Manajemen objek wisata lokal harusnya melihat ini sebagai peluang untuk menarik lebih banyak orang datang, tapi hasilnya malah destruktif. Pernah dengar tentang seseorang yang mengalami kecelakaan fatal saat melakukan selfie? Maksud saya, itu juga terjadi di sini di Rinjani. Tahun lalu ada turis Portugis yang meninggal karena selfie di puncak Gunung Rinjani. Rupanya dia terlalu dekat dengan pinggiran tebing dan jatuh. Maksud saya, kita tidak bisa mempertaruhkan hidup kita hanya untuk pembuatan konten dan saya pikir itu juga bisa mempertaruhkan keberlanjutan objek wisata.

Jadi, menurut saya ini adalah perilaku umum yang perlu kita perhatikan, bagaimana kita bisa mendidik dan membuat prosedur yang lebih baik tentang bagaimana melakukan pengelolaan di sebuah objek wisata.

Kendartanti Subroto: Baiklah. Profesor Noel dan Farid, upaya kolaboratif apa yang telah dilakukan oleh para mitra kepariwisataan dari industri, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan pemerintah, untuk memitigasi dampak lingkungan dari kegiatan pariwisata di Indonesia?

Professor Noel Scott: Terima kasih. Inisiatif seperti apa yang telah dilakukan? Saya sudah berkeliling Indonesia cukup sering dan saya menemukan berbagai contoh individu yang sangat inspiratif di Papua. Mereka memelihara lingkungan untuk memungkinkan pengunjung melihat lebih banyak Burung Cendrawasih, misalnya, dan mereka bekerja dengan masyarakat setempat untuk melindungi lingkungan. Lebih banyak fauna dapat menghasilkan lebih banyak pendapatan dari pariwisata.

Di Lombok, di daerah Pak Farid, ada orang yang menanam karang. Jadi mereka mencoba untuk repopulasi terumbu karang. Ada banyak cerita yang menarik, tetapi cenderung terisolasi. Katanya banyak kelompok masyarakat yang melakukan pembersihan pantai secara rutin supaya pantai jadi lebih indah dan menarik untuk dikunjungi wisatawan.

Di tingkat nasional, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif meluncurkan serangkaian program dan standarisasi untuk objek wisata dan melakukan pelatihan tentang keberlanjutan. Jadi ada banyak inisiatif bagus yang diupayakan. Saya bisa melihat dampaknya di Lombok, jalan dari bandara jadi jauh lebih bersih. Dapat dilihat bahwa ada banyak upaya untuk menjadikan tempatnya lebih indah. Ada banyak upaya individu, tapi mungkin tidak terintegrasi secara menyeluruh, terutama di tingkat pemerintah daerah. Ada lebih banyak kebutuhan untuk pelatihan di situ. Terima kasih.

Kendartanti Subroto: Terima kasih. Silakan dilanjutkan, Mas Farid.

Mohamad Farid Zaini: Ini sesuatu yang sangat menarik. Jadi secara konsep, geopark mengadopsi sistem Pentahelix untuk mengimplementasikan semua program yang telah direncanakan. Bukan hanya yang soal yang tadi, media juga punya peran yang sangat penting untuk menyebarkan dan mengkomunikasikan apa yang sudah dan akan kita lakukan. Jadi saya ingin mengambil satu contoh yang telah dilakukan di Geopark Rinjani.

Isu sampah di Gunung Rinjani sudah jadi masalah besar selama 10 tahun terakhir. Tidak mudah mengumpulkan sampah di gunung seperti Rinjani. Maksud saya, Rinjani adalah gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia, jadi mengumpulkan sampah di Gunung Rinjani sangat sulit.

Maka satu-satunya solusi adalah memastikan para wisatawan tidak membuang sampah sembarangan di Gunung. Pendaki gunung sekarang didominasi oleh para pembuat konten, seperti yang saya bilang, yang tidak terlalu peduli dengan lingkungan. Berbeda dengan 10 tahun lalu ketika para Pendaki Gunung didominasi oleh para pendaki pencinta alam yang memiliki semangat untuk menjaga lingkungan. Jadi yang kita lakukan sekarang adalah pemerintah, yang memberikan izin mendaki gunung Rinjani, akan melarang para pendaki yang tidak membawa sampahnya kembali saat pulang.

Para penyelenggara treking, organisasi masyarakat setempat, atau yang biasa disebut CSO (Organisasi Masyarakat Sipil), pihak universitas, dan lembaga pengelola Geopark Rinjani kini tengah membuat Program Zero Waste Mountain. Semua sampah plastik akan dibersihkan sebelum para pendaki mulai mendaki Rinjani. Sebelum pendaki memulai pendakian, mereka akan mendapatkan penyuluhan Zero Waste Mountain dan keselamatan di Pusat Informasi Geopark Rinjani. Dengan kegiatan ini, potensi sampah dapat berkurang hingga 70 persen dan memitigasi dampak lingkungan dari kegiatan wisata di Gunung Rinjani. Jadi ini adalah contoh yang dilakukan saat ini untuk memastikan bahwa dampak lingkungan dari kegiatan pariwisata di Indonesia tidak berdampak buruk bagi alam.

Kendartanti Subroto: Wow, benar-benar terobosan yang luar biasa. Ketika kita berbicara tentang pandemi, kita baru saja mengalami pandemi COVID, dan dari pengalaman Anda, Profesor Noel, strategi apa yang paling baik dilakukan oleh sektor pariwisata dalam mengantisipasi krisis global di masa depan?

Professor Noel Scott: Terima kasih. Krisis seperti COVID belum pernah terjadi sebelumnya. Pada awal krisis, saya tidak percaya bahwa kegiatan pariwisata bisa berhenti secara global. Bukan main. 

Saya pikir kejadian ini menyoroti beberapa masalah tentang pariwisata di Indonesia. Populasinya begitu besar. Banyak orang Indonesia yang ingin berwisata di dalam negeri dan menurut saya pariwisata di Indonesia bisa dibangun dari situ. Jadi jika Indonesia memiliki industri pariwisata yang dinamis, banyak orang Indonesia yang bepergian di dalam negeri, dan sektor internasional akan menjadi dinamis juga. Jadi menurut saya, COVID telah menyoroti pentingnya mengembangkan perjalanan pariwisata di Indonesia, terutama untuk atraksi keindahan alam dan budaya di Indonesia.

Bagi saya, meningkatkan kualitas pariwisata domestik adalah salah satu cara terbaik untuk menghindari krisis internasional yang menghentikan orang datang ke Indonesia. Jadi, bagi saya, itu salah satu masalah utama. Terima kasih.

Kendartanti Subroto: Jadi secara strategi, pemerintah mendorong seluruh masyarakat Indonesia untuk berwisata di dalam negeri saja. 

Dan ketika kita berbicara tentang Australia dan apa yang dapat dipelajari dari Australia, Farid, kamu baru menyelesaikan studi singkat dengan Beasiswa Australia Awards tentang Manajemen Pariwisata Berkelanjutan. Jadi mungkin bisa dijelaskan, apa pelajaran terbesar yang diperoleh dari Australia dan bagaimana rencana untuk menerapkan pengetahuan baru ini ke geopark?

Mohamad Farid Zaini: Pengalaman yang menyenangkan berada di Australia. Dua minggu di Australia, saya merasa sangat diberkati bahwa saya bisa belajar banyak dari studi saya di sana.

Pelajaran terbesar yang saya peroleh selama program ini adalah konsistensi tahap manajemen untuk mewujudkan strategi pariwisata berkelanjutan ini. Dimulai dari penelitian di universitas yang menghasilkan konsep, pengembangan rencana, strategi pelaksanaan, pemeliharaan, dan evaluasi. Semua telah dilakukan dengan lancar, baik dan terbukti.

Proses ini diterima dengan baik oleh masyarakat dan lingkungan. Ini yang saya lihat selama dua minggu terakhir di Australia, dibandingkan dengan Indonesia. Tentu saja, kita masih harus belajar banyak dari Australia. Terkadang kita bagus dalam konsep dan pengembangan strategi, tetapi buruk dalam eksekusi dan pemeliharaan. Di organisasi saya, kami memastikan bahwa tahapan pengelolaan yang konsisten dari konsep pariwisata berkelanjutan dapat berjalan melalui semua proses yang dilakukan.

Jadi, seperti yang diajarkan Profesor Noel kepada saya selama kuliah pendek, kita perlu melihat hasil jangka pendek, batu loncatan untuk tujuan yang lebih besar, pencapaian kecil akan memotivasi dan menginspirasi orang lain untuk membuat pencapaian yang serupa atau bahkan lebih baik dan lebih besar. Jadi saya pikir, itu yang akan kita lakukan.

Kendartanti Subroto: Benar. Dan Farid adalah contoh yang tepat untuk menerapkan apa yang telah dipelajari di Australia, bukan? Karena dengan kewenanganmu sebagai ketua Jaringan Geopark Indonesia tentunya memiliki banyak tanggung jawab.

Jadi sekarang kami akan meminta tanggung jawab kamu di sini untuk bercerita, bagaimana memastikan tujuan pengembangan geopark seimbang dengan konsep pariwisata berkelanjutan? Mungkin Anda bisa menceritakan proyek geopark yang menarik?

Mohamad Farid Zaini: Saya selalu ingat bahwa saya tidak sendiri dalam hal ini. Di antara kita, ada para mitra yang berdedikasi tinggi dalam pengembangan geopark di Indonesia, jadi saya tidak sendirian. Mereka peduli tentang penerapan konsep pariwisata berkelanjutan.

Jadi, selama 10 tahun terakhir, para mitra dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pemerintah daerah, perguruan tinggi, industri pariwisata, masyarakat lokal, dan tentunya sembilan belas lembaga pengelola geopark di Indonesia. Kami berada di halaman yang sama dalam menciptakan apa yang kami sebut konsep atau pengembangan pariwisata berkelanjutan. Selama Simposium Asia Pacific Geopark Network di Lombok tahun 2019, 600 peserta dari 30 negara menandatangani Deklarasi Rinjani.

Satu hal yang disebutkan dalam perjanjian itu adalah, pengelola UNESCO Global geopark harus mampu mempromosikan dan mengembangkan situs geopark sebagai tujuan wisata berkelanjutan. Memberikan penafsiran yang menyeluruh tentang jalur geowisata, promosi, aksesibilitas, ketersediaan fasilitas pariwisata, serta pengembangan pariwisata berbasis komoditas di UNESCO global geopark.

Tentang proyek geopark, ada satu event yang mungkin menarik. Tahun ini kita akan mengadakan 4th Geotourism Festival dan International Conference pada bulan Juli 2023. Acara tersebut tidak hanya berlangsung di Rinjani, tetapi di Belitung Geopark juga. 

Tema acara ini adalah Archipelago, Marine, and Geotourism Development for a Liveable Planet. Tahun ini kami menargetkan 500 peserta dari 10 negara berkumpul di kedua tempat tersebut. Acara ini akan ada sesi panel, termasuk Profesor Noel sebagai salah satu pembicara, sesi kelas ilmiah, lokakarya, kunjungan lapangan GeoFair, dan hiburan lainnya. Melalui podcast ini saya ingin mengajak pendengar untuk mengikuti acara ini.

Kendartanti Subroto: Ayo kita kunjungi acaranya! Sekarang kami perlu saran dari Profesor Noel dan juga Farid, tentang tempat yang bisa dikunjungi.

Mungkin bisa merekomendasikan beberapa contoh destinasi wisata berkelanjutan terbaik di Indonesia, yang telah memenuhi standar Dewan Pariwisata Berkelanjutan Global, dan kenapa merekomendasikan tempat-tempat tersebut? Profesor Noel?

Professor Noel Scott: Terima kasih. Saya bisa memberikan tempat yang spesifik. Baru-baru ini, saya pergi ke Sumba dan berkunjung ke tempat bernama Sumba Hospitality Foundation di mana mereka membantu masyarakat lokal untuk belajar keterampilan dan mempekerjakan mereka di hotel bintang lima.

Saya pernah ke tempat bernama Gamalama Spices di Ternate. Komunitas di sana telah mengembangkan restoran yang memproduksi makanan secara organik. Tempatnya luar biasa dan lingkungannya indah. 

Ada sejumlah Eco Lodge yang luar biasa di Indonesia. Saya pernah ke Eco Lodge di Taman Nasional Tanjung Puting, di mana kamu bisa melihat Orangutan, Taman Nasional Komodo, dan ada desa wisata di Bali.

Jadi saya mengajak orang-orang di Indonesia untuk melihat keindahan dan budaya dalam negeri, mungkin sebelum berwisata ke luar negeri, jadi banyak tempat yang bisa dilihat.

Kendartanti Subroto: Mas Farid, bagaimana? 

Mohamad Farid Zaini: Menurut saya Desa Wisata Nglanggeran di Yogyakarta, Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Ini adalah contoh terbaik yang memenuhi standar yang diberikan oleh UNWTO pada tahun 2021 sebagai salah satu desa wisata terbaik. Menurut saya Nglanggeran telah membuktikan bahwa implementasi pariwisata berbasis masyarakat dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat di desa.

Tahun lalu, saya tinggal di homestay lokal di sana selama empat hari bersama keluarga. Kami merasakan menjadi bagian dari penduduk pedesaan. Selama tinggal di sana, kami belajar banyak hal. Kami melakukan perjalanan melewati geotrail purba untuk melihat keragaman geologis. Kami juga melihat begitu banyak keanekaragaman hayati, seni budaya, belajar mengolah cokelat, kami pergi ke peternakan kambing Etawa, dan spa ramah lingkungan, yang menurut saya sangat menarik.

Saya rasa ini adalah liburan terbaik yang pernah saya alami bersama keluarga saya. Menurut saya ini adalah salah satu contoh destinasi wisata berkelanjutan terbaik di Indonesia yang sudah memenuhi standar Global Sustainable Tourism Council yang tadi disebutkan.

Kendartanti Subroto: Wah, sangat menginspirasi. Mari kita pergi ke sana kapan-kapan! Jika kita berbicara tentang mendukung Indonesia untuk menjadi tujuan wisata yang berkelanjutan dan fleksibel, mungkin Profesor Noel dapat memberi saran. Bagaimana kita dapat mendukung Indonesia menjadi tujuan pariwisata yang berkelanjutan?

Professor Noel Scott: Yah, saya selalu berpikir mulai dari dasar. Pengelolaan sampah di Indonesia adalah masalah yang perlu ditangani karena menyebabkan polusi plastik di pantai-pantai. Jadi, secara individual, pastikan tidak membuang sampah sembarangan, tetapi pada tempatnya. 

Kemudian, di tingkat masyarakat, kembangkan sistem pengelolaan sampah yang diperlukan untuk memastikannya ditangani dengan benar. Coba untuk memikirkannya pada tingkat personal. Pikirkan tentang dampak yang dialami sebagai pribadi dan cobalah mengambil langkah kecil untuk menguranginya dengan cara tertentu. Jika kita semua melakukannya, maka kita bergerak menuju keberlanjutan. Terima kasih.

Kendartanti Subroto: Wow, sangat mengena. Mas Farid, apa saranmu untuk kami berkontribusi?


Mohamad Farid Zaini: Saya sepenuhnya setuju dengan Profesor Noel, pengelolaan limbah adalah salah satu prioritas utama dalam program geopark.

Hal lain yang menurut saya penting adalah meningkatkan keterampilan dan kemampuan pengelola objek wisata. Menurut saya, pola pikir dan cara mereka menyikapi permasalahan di lapangan perlu diperbaiki, dipertahankan, dan tetap pada jalurnya, serta diselaraskan dengan masa depan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Saya tahu itu tidak mudah, tetapi kita perlu memastikan bahwa orang-orang yang bekerja dan berkolaborasi dengan kita memiliki frekuensi yang sama untuk menjadikan tujuan wisata lebih berkelanjutan dan para wisatawan yang lebih fleksibel. Sekian dari saya.

Kendartanti Subroto: Wow, terima kasih banyak! Anda berdua sangat cerdas, menginspirasi, dan benar-benar membuka mata. Tidak hanya itu, Anda berdua juga merekomendasikan beberapa tempat untuk kami kunjungi.

Kita telah sampai pada akhir pembahasan hari ini tentang Pariwisata Berkelanjutan. Seperti yang dijelaskan Profesor Noel dan Farid sebelumnya, keberlanjutan sebenarnya adalah perjalanan kolektif yang membutuhkan kolaborasi. Kebijakan publik dan semua mitra yang terlibat, termasuk kita, anggota masyarakat, harus melakukan bagian kita untuk mewujudkan keberlanjutan.

Terima kasih banyak, Profesor Noel dan Farid, telah bergabung dengan podcast kami. Anda berdua sangat berwawasan dan saya percaya kita semua belajar banyak dari Anda. Saya juga ingin berterima kasih kepada pendengar.

Kepada para pendengar, saya memiliki informasi penting untuk kamu. Tahun ini menandai tujuh puluh tahun sejak angkatan pertama penerima Colombo Plan dari Indonesia tiba di Australia. Saat ini, Australia memiliki lebih dari 200.000 alumni di Indonesia. Mereka termasuk para pemimpin di pemerintahan, sektor swasta dan bisnis.

Selama 70 Tahun, program beasiswa memposisikan Australia sebagai mitra penting dalam membangun kapasitas sumber daya manusia Indonesia untuk merespon prioritas pembangunan sosial dan ekonomi, termasuk di era pasca-COVID-19. 

Untuk merayakan tonggak sejarah ini, Kedutaan Besar Australia di Jakarta memimpin kampanye selama setahun untuk merayakan pencapaian alumni yang ada dan mempromosikan program alumni global Australia kepada generasi baru di seluruh Indonesia. Silahkan kunjungi situs web Australia Awards in Indonesia kami di www.australiaawardsindonesia.org dan update alumni mingguan kami untuk informasi lebih lanjut tentang kegiatan kami merayakan peringatan ke-70 yang diselenggarakan sepanjang tahun ini.

Sekian untuk episode OzAlum podcast kali ini. Jika kamu suka podcast kami, beri kami komentar, penilaian, dan ulasan. Jika kamu ingin tetap terhubung dengan jaringan alumni kami dan tetap mengikuti acara alumni kami, silahkan berlangganan update mingguan Australia Global Alumni kami dan bergabung dengan Forum Alumni Australia-Indonesia di LinkedIn. Tautannya ada di deskripsi podcast.

Sampai ketemu lagi di sini!