OzAlum Podcast

Eps #21: Menguak Kode Sukses: Melamar Beasiswa PhD Australia Awards

Australia Global Alumni in Indonesia Season 1 Episode 21

Dalam episode terbaru OzAlum Podcast, topik yang dibahas adalah "Menguak Kode Sukses: Meraih Beasiswa PhD Australia Awards," bersama tamu spesial, Dr Marcelino Pandin, anggota Tim Seleksi Bersama Beasiswa Australia Awards (JST). Dipandu oleh Raissa Almira, Dr Marcelino mengupas tuntas proses beasiswa PhD, memberikan wawasan berharga bagi calon pendaftar beasiswa.

Dalam diskusi ini, beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan penting yang harus diketahui setiap pelamar PhD, seperti: Siapa yang memenuhi syarat untuk mendaftar Beasiswa PhD Australia Awards? Apa yang membuat aplikasi PhD menonjol? Apa kesalahan umum yang harus dihindari oleh pelamar? Selain itu, dijelaskan juga elemen-elemen penting dalam proses wawancara, merinci apa yang dicari JST dalam diri kandidat, serta bagaimana cara sukses dalam presentasi.

Episode ini sangat cocok bagi siapa pun yang berencana mendaftar Beasiswa PhD Australia Awards. Wawasan dari Dr Marcelino akan membantumu mempersiapkan diri dan menjalani prosesnya dengan percaya diri. Saksikan sekarang! Podcast tersedia di Spotify, Apple Podcasts, Google Podcasts, YouTube, dan website OzAlum. 

*woosh*

Dr. Marcelino Pandin:

Apakah dia butuh skill itu, bukan cuma gagah-gagahan punya S3, Ph.D, kartu namanya bagus gitu kan, tapi sebenarnya yang dia perlu perhatikan itu, ini yang saya butuhkan untuk mendukung masa depan saya atau untuk menjadi agen perubahan.

*woosh*

Raissa Almira:

Apa sih pa yang boleh dan jangan dilakukan, lebih ke yang jangan sampai dilakukan oleh pelamar yang sering kali dilakukan oleh pelamar sebelumnya?

*woosh*

Dr. Marcelino Pandin:

Ini bukanlah tentang penyelidikan atau menguji. Ini tentang mengetahui lebih banyak tentang kamu. Terus nanti kita bisa lihat apakah yang kamu rencanakan itu cocok dengan yang kamu inginkan.

*intro*

Raissa Almira:

Hello OzListeners! Kembali lagi di OzAlum Podcast, sebuah podcast inspiratif berisi semua tentang Australia, beasiswa, dan juga alumni inspiratifnya bersama aku Raissa Almira.

Hari ini kita akan seru-seruan bareng nih sama Pak Marcelino karena kita akan membahas mengenai Ph.D alias S3. 

Halo Pak apa kabar?

Dr. Marcelino Pandin:

Baik

Raissa Almira:

Boleh dibagikan nih pengalaman Bapak sebelumnya, pernah dapat AAS juga kan ya sebelumnya? Kuliah di mana, S2nya gimana, ada latar belakang yang bisa kamu bagikan ke penonton?

Dr. Marcelino Pandin:

S1 saya dari ITB. Saya arsitek dari keterampilan, kemudian S2 saya dari Universitas Cambridge di UK, itu untuk di dunia bisnis dan pemerintahan, lalu kemudian S3 saya di Australia dimulai dari ANU, tapi karena supervisor saya pindah, saya cuma dua bulan di ANU lalu ditanya oleh supervisor saya, “Kamu mau tetap disini saya carikan supervisor baru atau kamu mau ikut saya ke Universitas Queensland di Brisbane?”. 

Tanpa pikir panjang saya mengatakan saya ikut aja dan ternyata keputusan itu menurut saya tepat.

Raissa Almira:

Bapak jadi ambil apa di Queensland?

Dr. Marcelino Pandin:

Kalau di Queensland adalah teknologi dan inovasi ada namanya Center for Technology and Inovation Management. 

Itu juga ada sejarahnya, dulu bagian dari School of Engineering kemudian di University of Queensland dilakukan restrukturisasi digabung dengan Business School. 

Jadi akhirnya saya tercatat lulusan dari Business School. Awalnya sebenarnya dari School of Engineering.

Raissa Almira:

Jadi di ANU juga Engineering sebelumnya?

Dr. Marcelino Pandin:

Kalau di ANU itu adalah National School of Management.

Raissa Almira:

Berarti lebih ke bisnis?

Dr. Marcelino Pandin:

Lebih ke bisnis, kira-kira seperti itu.

Raissa Almira:
 Dan sekarang bapak itu merupakan seorang komisaris ya pak ya? 

Dr. Marcelino Pandin:

Ya

Raissa Almira:

di PT Telkom Indonesia. Sudah berapa lama itu pak di sana?

Dr. Marcelino Pandin:

Sudah enam tahun, ini masuk periode kedua dipercaya.

Kami kira-kira ada 40 perusahaan dibawahnya, karyawannya 20 ribu.

Raissa Almira:

Banyak sekali.

Dr. Marcelino Pandin:

Dan tercatat atau terbuka di New York Stock Exchange, kira-kira seperti itu.

Raissa Almira:

Dan satu lagi, bapak juga merupakan seorang anggota JST ya pak ya? 

Dr. Marcelino Pandin:

Ya.

Raissa Almira:

Selama berapa tahun ini pak?

Dr. Marcelino Pandin:

12 tahun. Kurang lebih 12 tahun dari 2012 sampai sekarang.

Raissa Almira:

Jadi JST merupakan Join Selection Team yaitu tim seleksi untuk Ph.D ya pak? Bapak juga seleksi untuk master juga ga?

Dr. Marcelino Pandin:

Jadi master juga. 

Raissa Almira:

Oke dan ini kita akan banyak membahas tentang Ph.D, pas banget sama bapak juga AAS nya S3 gitu ya. 

Mungkin pertanyaan pertama yang aku mau nanya itu adalah apa sih pak perbedaan yang signifikan antara S2 sama S3 nih?

Dr. Marcelino Pandin:

Jadi kalau mungkin bayangannya begini, kalau kita lihat seperti huruf T, di atas itu, huruf T terbalik sebenarnya, huruf T terbalik yang di bawah itu S1, kemudian separuh dari tangkai yang vertikal itu adalah S2, separuhnya lagi yang di atas itu adalah S3.

Lalu pertanyaannya bedanya apa S2 sama S3?

Jadi kalau kita lihat S1 itu memberikan pemahaman, prinsip-prinsip secara umum, keahlian apa saja yang dibutuhkan.

Begitu masuk ke S2, bagaimana mengaplikasikannya?

Ada dua kemungkinan, satu mengaplikasikannya ke industri, satunya dia menjadi peneliti, seperti itu.

Nah yang peneliti ini biasanya kemudian dia lanjut ke S3 itu.

Jadi kalau dia lebih kemampuan untuk melakukan satu investigasi yang mendalam, itu ada di S3, tapi ada tuntutannya.

Kalau di S2 itu bisa merupakan demonstrasi dari penggunaan sebuah teori, tapi kalau di S3 wajib ada sesuatu yang baru.

Raissa Almira:
 Pembaruan gitu ya?

Dr. Marcelino Pandin:

Ya, ada sesuatu yang baru, tidak bisa lagi hanya merupakan sebuah aplikasi, kan begitu. Nah di dalam Ph.D sendiri itu masih ada empat lapisan lagi.

Raissa Almira:

Empat, apa aja tuh pak?

Dr. Marcelino Pandin:

Lapisan pertama yang biasanya disebut lulus dengan air mata gitu ya, antara lulus dengan tidak lulus. Itu adalah ketika dia hanya mampu menggambarkan sebuah fenomena.

Kemudian lapisan berikutnya dia mampu mengidentifikasi faktor-faktor apa yang berpengaruh di dalam fenomena tersebut.

Masuk lapisan ketiga, dia mampu menjelaskan faktor-faktor yang sudah diidentifikasikan itu hubungannya apa waktu dia berinteraksi.

Lalu yang paling terakhir Ph.Dnya, yang bisa dapat Nobel misalnya gitu ya, itu adalah dia mampu memprediksi berdasarkan model-model yang dia bisa sudah identifikasi, melihat interaksinya, lalu terakhir adalah dia bisa memprediksi kalau X begini maka Y nya begini kira-kira seperti itu.

Nah itulah yang yang membedakan antara yang Master S2 maupun yang Ph.D. 

Di dalam Ph.D pun juga ada kayak kastanya gitulah ya.

Raissa Almira:
 Gimana tuh pak? 

Dr. Marcelino Pandin:

Nah kasta paling tinggi itu kalau dia mampu memprediksi.

Raissa Almira:
 Oh yang tadi itu ya, yang empat, oke?

Nah dari bapak kan tadi menyebutkan ada Master dari penelitian ya, tapi apakah mungkin untuk orang yang belum memiliki latar belakang penelitian sebelumnya untuk daftar AAS S3 ini, apakah ini hanya untuk dosen saja Pak?

Dr. Marcelino Pandin:

Nggak juga, jadi mungkin terpulang kembali ke si pelamar, apakah dia butuh skill itu, bukan cuma gagah-gagahan punya S3, Ph.D, kartu namanya bagus gitu kan, tapi sebenarnya yang dia perlu perhatikan itu, ini yang saya butuhkan untuk mendukung masa depan saya atau untuk menjadi agen perubahan, atau ini cara saya untuk lebih berkontribusi.

Raissa Almira:

Kepada masyarakat.

Dr. Marcelino Pandin:

Kepada masyarakat, kepada negara.

Raissa Almira:

Berarti memungkinkan untuk lulusan master by course word untuk dapat Ph.D dengan AAS juga?

Dr. Marcelino Pandin:

Iya. Ada beberapa sekolah yang mensyaratkan sudah di dalam nanti transkripnya akan dilihat apakah dia pernah belajar mengenai metodologi penelitian, seperti itu. 

Kalau tidak kadang-kadang ada sekolahnya yang mengatakan, oh tidak apa-apa, kamu masuk nanti ke program pengantar dulu.

Raissa Almira:

Program pengantar, itu biasa bareng sama S1 S2 gitu ya

Dr. Marcelino Pandin:

S2 lah. Tapi ada juga yang terus terang kalau kamu nggak punya kamu nggak bisa.

Jadi jawabannya tergantung dari sekolahnya gitu ya. Jadi di Australia pun juga sama, tiap sekolah beda-beda, tiap disiplin beda. Satu disiplin beda sekolah juga kadang-kadang beda.

Jadi tergantung kriteria keharusan yang dipakai oleh sekolah tersebut, gitu ya.

Raissa Almira:

Tapi untuk beasiswa sendiri, AAS bisa ya pak buat siapa aja yang mau daftar?

Dr. Marcelino Pandin:

Bisa, tapi tentu dari panel Ph.D nya, JST nya itu akan memastikan bahwa yang bersangkutan itu tidak akan mengalami kesulitan pada saat dia disana.

Raissa Almira:

Oke pak. Kan bapak sudah 12 tahun nih jadi JST member. Nah bapak ini ada nggak sih kriteria tertentu yang biasanya meluluskan orang untuk jadi penerima beasiswa Ph.D?

Dr. Marcelino Pandin:

Paling tidak ada tiga kriteria besar yang kita pakai.

Kriteria yang pertama itu adalah kompetensi. Apa sih yang kami cek dengan kompetensi? Nanti kita lihat S1 nya Itu ya. 

Kita lihat S1 nya, S2 nya, kalau dia lanjut ke S3 maka ini bisa linear.

Tapi pada beberapa kasus tidak linear juga oke.

Raissa Almira:
 Oh, S2 ke S3 tidak linear?

Dr. Marcelino Pandin:

Tidak linear tapi kita lihat, cek dulu, apakah pekerjaannya setelah dia selesai dari Master, kemudian ternyata dia pekerjaannya itu tidak terlalu berhubungan dengan S2nya tapi berhubungan dengan S3nya dan ke depan dia akan terbantu oleh S3 tersebut, kita bilang, kenapa tidak?

Ini adalah agen perubahan yang baik gitu kan kira-kira seperti itu.

Jadi kita tidak betul-betul terlalu kaku untuk melihat seperti itu. Kita lihat setiap orang punya keadaan dan kondisi masing-masing dan kita menyediakan kesempatan itu untuk mereka bertumbuh.

Raissa Almira:

Jadi setelah mereka kembali, kalau mereka hanya ingin bekerja lagi gitu tidak apa-apa ya pak?

Dr. Marcelino Pandin:

Tidak apa-apa, jadi ada yang tadi pertanyaan kedua yang saya belum jawab, mungkin ini cocoknya buat siapa gitu ya?

Kan begini, Ph.D itu, gelar Doktoral itu adalah sebuah pelatihan yang membuat seseorang itu bisa bekerja secara mandiri, lalu menggunakan metodologi yang efektif, tepat untuk menjawab persoalan yang dia lagi teliti, lalu kemudian mengkonversi hasil penemuannya itu menjadi bisa apakah menjadi sebuah alat kalau dia teknologi atau menjadi sebuah kebijakan publik kalau misalnya memang dia bagian dari kebijakan publik atau pada umumnya dia membuat sebuah model. 

Misalnya model kalau teman-teman di komunikasi, model komunikasi yang efektif dengan anak kecil balita atau apa. Model komunikasi untuk para lansia yang sudah Alzheimer atau apa.

Jadikan itu nanti kita bisa nilai itu, jadi bisa menarik. Jadi sebenarnya semua orang bisa daftar gitu tapi seberapa baik persiapan kamu? Keputusan pikiran kamu, kira-kira gitu ya.

Raissa Almira:

Iya, memang harus siap banget buat aplikasi ini gitu ya pak.

Dr. Marcelino Pandin:

Yang kedua itu kami lihat kepemimpinannya.

Kalau yang kepemimpinannya kita lihat, dulu kamu gabung ga sama ekstrakulikuler?

Atau kalau tidak ekstrakulikuler, kamu bisa punya bukti ga mengenai kemampuan memimpin kamu?

Karena kepemimpinan itu, memimpin di partai politik tentu berbeda dengan memimpin kalau kita sebagai peneliti. Misalnya ada di bekerja untuk satu lembaga penelitian atau dia di pasar modal itu beda juga gitu kan. Jadi kita nanti bisa lihat kepemimpinannya. 

Kemudian yang berikutnya, yang paling terakhir, apakah dia mampu membawa perubahan?

Kalau dia kita lihat dia mampu mengelaborasikan bahwa ke depan, saya dengan Ph.Dnya itu bisa membawa perubahan di level dirinya sendiri, kadang-kadang mereka lupa bahwa dirinya sendiri harus berubah gitu kan ya, di lingkungannya, di kantornya, kemudian di negara ini.

Ya kita nggak minta muluk-muluk sih, tapi tolong berkomunikasi dengan kita, jelaskan kepada kita, dan bagaimana kamu menggunakan potensial kamu untuk memperkenalkan perubahan didalam situasimu.

Raissa Almira:

Situasi, bidang, komunitas. Jadi skalanya juga bisa beda-beda ya pak?

Dr. Marcelino Pandin:

Bisa beda-beda. Tapi kan kadang-kadang perubahan itu dimulai dari hal yang kecil. 

Banyak orang mengatakan, wah kita harus revolusi nih, lalu merubah negara ini gitu dari skala besar. Ya itu juga bisa tapi juga banyak yang sebenarnya bukti-bukti yang membuktikan, sejarah membuktikan dia mulai dari hal yang kecil lalu meletup menjadi hal yang besar kira-kira seperti itu.

Jadi tiga kriteria itu yang kita pakai.

Tadi pertanyaan yang berikutnya apa tadi?

Raissa Almira:

Mungkin sebelum kesana, kita rangkum dulu pak, jadi ada kompetensi, 

Dr. Marcelino Pandin:

Kompetensi, kepemimpinan, dan perubahan. Bisakah kamu membawa perubahan dalam tingkatan yang banyak.

Raissa Almira:

Oke, untuk pertanyaan berikutnya, untuk berkas S3 itu sangat dianjurkan untuk membuktikan ada komunikasi dengan calon supervisor di kampus sana. Nah apakah ini sepenting itu pak?

Apakah bisa dilewat, apa pendapat anda tentang ini?

Dr. Marcelino Pandin:
 Jadi kata kuncinya begini, apakah pelamar ini persiapannya baik? Apakah dipikirkan dengan baik? Terorganisir dengan baik? Kan begitu, salah satu bukti dia memikirkan dengan baik, terorganisir dengan baik, dipersiapkan dengan baik adalah dia sudah komunikasi, seperti itu.

Yang kedua, tentu kita ingin si calon pelamar itu dia sudah tau kemana saya harus pergi. Jangan sampai nanti dia sampai di Australia terus bingung. Ini mau kemana, supervisor ini atau supervisor ini?

Lalu yang ketiga, kita juga jadi tahu apakah memang bidang yang dia ambil ini dari seseorang disana, di Australia, yang memungkinkan untuk mensupervisi. Kan seperti itu. Jangan terus kemudian setelah dapat beasiswanya lalu kemudian dia bahasa Jawanya, mohon maaf, ngrambyang(bingung) gitu ya, lalu mencari gitu. Panik sendiri nanti kalau nggak dapat, kan gitu padahal sudah harus berangkat dan sebagainya. 

Jadi itu, komunikasi ini juga akan mencerminkan bahwa topik yang dia ambil itu memang, satu, di dalam areanya dia, sesuatu yang sangat signifikan. Ya, gitu kan. Mainstream. Karena orang tertarik di topik itu, gitu kan. Jadi kira-kira itu.

Jadi kalau saya sarankan sih yang bagi yang mau melamar, mengemail dari calon supervisor itu murah, bukan murah lagi. Satu klik ya. Tapi kamu perlu untuk membuat proposal yang dipikirkan dengan baik kan? Kan gitu. Nanti dari sana calon supervisor ini juga akan melihat, oh oke ini bagus nih.

Nah kalau dia bagus, itu membantu JST juga untuk membuat keputusan, Oh oke kita tahu supervisor ini sudah, kadang-kadang dia juga lanjut lebih jauh memberikan rekomendasi.

Ya jadi itulah kelebihan yang kalau dia sudah berkomunikasi seperti itu. Ya kira-kira itu kalau menurut saya.

Jadi kenapa bukti bahwa dia sudah berkomunikasi dengan calon supervisor nya itu sangat penting gitu ya. Bukan hanya buat JST, buat si calon, dia sendiri sebenarnya, ya mau kemana gitu.

Raissa Almira:
 Mungkin ada tips nggak Pak, kira-kira berapa orang sih yang harus di email untuk ngedapetin goal biasanya? Nggak cuman satu kan biasanya, harus kaya email banyak tapi nggak ke semua juga. Ada tips dari bapak?

Dr. Marcelino Pandin:

Ya jadi kan begini, misalnya dia sudah tahu topik yang dia mau teliti, kan gitu ya. Lalu dia mulai baca apa sih area ini, lalu dia setelah itu dia melihat siapa calon supervisor yang ada di area ini, lalu kemudian dia searching. Sekarang Google Search kan terlalu mudah untuk dapat.

Apalagi pakai dengan bantuan yang nantinya itu web3, ada namanya gitu. Dengan mudah kita bisa kombinasi dari tiga kata atau empat kata kunci gitu, terus dapat ini calon supervisor.

Nanti dia tinggal lihat saja, karena memang betul, dapat supervisor juga sulit-sulit gampang, topik sama tapi kadang-kadang dia masaknya beda.

Paling umum itu topik sama, tapi satu masaknya kuantitatif, terlalu banyak matematikanya, satunya masaknya kualitatif kan gitu.

Atau juga ada masak, terutama di dunia psikologi, kombinasi keduanya.

Nah nanti dia harus lihat tuh, dia nyamannya sama yang mana, kan gitu.

Itu baru satu tuh waktu menyeleksi nih. Yang kedua, tentu kalau dia sudah berkeluarga, dia lihat kota mana yang enak. Kadang kota besar, bagus gitu kan. Tapi mungkin kalau di kota kecil dia mengasuh anak-anak jauh lebih apa namanya lebih enjoy gitu ya. Lebih mudah gitu, banyak taman dan sebagainya, nggak ada mobil sehingga mungkin ya apa namanya polusinya tidak terlalu banyak dan sebagainya begitu. 

Jadi ada plus minus, juga waktu dia menyeleksi si supervisor itu, dia lihat kalau supervisor nya ini terkenal tidak? Kan gitu. 

Kadang-kadang juga saya lihat banyak tuh yang coba daftar, mengambil jalan pintas saja. Pokoknya ada balasan. Nah itu juga kita juga cek, wah ini sekedar dibalas.

Nah kalau sekedar dibalas saja, tidak ada percakapan yang agak berbobot begitu, lalu kita cek kriteria lain gitu kan, kira-kira seperti itu, untuk kompensasi yang seperti ini gitu.

Raissa Almira:

Oke, baik pak, terima kasih untuk jawabannya.

Untuk pertanyaan berikutnya, apa sih pa yang boleh dan jangan dilakukan, lebih ke yang jangan sampai dilakukan oleh pelamar yang sering kali dilakukan oleh pelamar sebelumnya?

Dr. Marcelino Pandin:

Secara umum dari berbagai bidang itu, saya sih mengambil kesimpulan yang paling banyak kesalahan yang dia lakukan adalah dia bukan menjadi diri sendiri. Itu sih. 

Jadi dia misalnya mencari satu topik itu tapi topik itu sebenarnya bukan untuk dia. Tidak cocok dengan latar belakangnya, tidak cocok juga dengan rencana masa depannya, sehingga akhirnya jawaban-jawabannya yang dia berikan baik yang tertulis di dalam formulir maupun ketika wawancara itu menjadi tidak meyakinkan. 

Jadi dirimu sendiri, jelas kepada apa yang anda inginkan di hidupmu. Ini bukan tentang orang lain tapi ini tentang dirimu sendiri gitu kan. 

Jadi itu sih kesalahan umum yang banyak dibuat. Jangan karena satu jurusan, satu topik itu lagi ramai misalnya AI, semuanya AI gitu kan, ya kira-kira seperti itu ya. Tapi apa betul itu yang kamu inginkan dan kamu butuhkan di dalam perjalanan karirmu, hidupmu, minatmu begitu ya, semangatmu dan segala macam gitu.

Karena kalau Ph.D tanpa semangat, susah ya. Ini adalah perjalanan yang panjang.

Raissa Almira:
 Susah ya pak? 4 tahun atau 3 tahun?

Dr. Marcelino Pandin:

4 tahun. Normalnya 4 tahun.

Raissa Almira:

berarti kembali ke fakta bahwa mereka orang yang sungguh-sungguh dalam bermimpi dan beraksi.

Dr. Marcelino Pandin:

Sungguh-sungguh, dan mudah sekali kami melihat, hmm, kamu ga sungguh-sungguh. Tapi kita selalu memberikan kesempatan untuk dia kembali serius. 

Raissa Almira:

Bagaimana caranya melakukan itu? 

Dr. Marcelino Pandin:

Itu teknik wawancara ya. Kita mencoba menggali siapa kamu yang sebenarnya?

Ini bukanlah tentang penyelidikan atau menguji. Ini tentang mengetahui lebih banyak tentang kamu. Terus nanti kita bisa lihat apakah yang kamu rencanakan itu cocok dengan yang kamu inginkan seperti itu.

Jangan sampai dia tidak cocok gitu ya. Kalau tidak, anggap aja pengalaman tahun ini itu bisa dipakai untuk tahun depan, jadi kita mendorong mereka untuk selalu daftar kembali.

Raissa Almira:

Dan juga gak ada batas usia ya pak?

Dr. Marcelino Pandin:

Master itu ada yang tujuh kali melamar, artinya sudah tujuh tahun, baru dia dapat tahun ke delapan.

Yang doktor itu ada yang empat kali melamar, baru dia dapat kira-kira seperti itu.

Jadi gapapa. Percobaan pertama, oke. Ambil ini sebagai proses pembelajaran, kan gitu. Coba lagi yang kedua sampai kamu nanti bisa mahir dan harapannya sih sebenarnya bukan jumlah berapa yang dia coba, tapi kamu menemukan dirimu sendiri.

Raissa Almira:

Ada perkembangan ya pak? Oke pak, nah untuk sekarang apa sih yang boleh dilakukan pak, yang menarik perhatian dari pelamar yang sudah keterima nih, yang bisa di coba sama tement-emen yang mau melamar tahun depan?

Dr. Marcelino Pandin:

Jadi memang begini kalau pertama kali yang paling berpengaruh itu adalah orang ini punya potensi kepemimpinan.

Raissa Almira:

Kepemimpinan.

Dr. Marcelino Pandin:

Iya. Banyak yang pandai tapi dia tidak punya kepemimpinan. Ini juga susah nih. 

Jadi begitu kita lihat, nah kadang-kadang yang paling menarik perhatian itu orang-orang yang punya kepemimpinan adalah dia punya semangat, dia konsisten di area tersebut untuk waktu yang sangat lama, bukan butuh loncat, coba-coba kiri, kanan, kiri, kanan, tapi juga karena mereka masih muda kadang kita juga paham.

Ini masih muda pingin coba-coba gitu. Kiri, kanan, kiri, kanan. Tapi bisa juga proses Ph.D itu menjadi tempat untuk dia menemukan dirinya, bisa juga. Tapi nanti kita lihat, diatas itu semua, apakah anda memiliki kemampuan untuk memimpin? Misalnya seperti itu kan.

Nah kemampuan memimpin ini bisa macam-macam bukti nya. Buktinya bisa di-RT nya, tidak melulu harus menjadi pimpinan dari sebuah organisasi, itu, tapi dia bisa ekstrak satu peristiwa dimana dia mempraktekan kapabilitas kepemimpinannya, gitu kan. Jadi kita bisa lihat dengan cepat, bahwa orang ini sangat baik. Ya. Jadi itu tentu kepemimpinan yang baik juga diikuti dengan komunikasi yang baik, seperti itu, dan juga persiapannya ya, sudah siap begitu, dan dia tahu dirinya dan apa yang bisa saya lakukan untuk negara saya? Bukan hanya untuk negara saya, untuk kantor saya, untuk keluarga saya dan untuk saya. Jadi itu, dan dia bisa menjawabnya itu gitu. Jadi kadang-kadang kita kejarnya juga kesitu gitu. Oh oke bagus buat negara, tapi pada akhirnya, kamu bisa dapat apa dari semua ini? Jadi kira-kira seperti itu.

Raissa Almira:

Ada lagi nggak pak yang perlu dilakukan selain yang tadi?

Dr. Marcelino Pandin:

Ya yang perlu dilakukan yang lainnya begini, persiapkan jawaban-jawaban yang ada di dalam aplikasi itu, itu oleh diri kamu sendiri. Tentu jaman chat GPT ini tidak disalahkan juga kalau itu membantu Anda.

Raissa Almira:

Brainstorming?

Dr. Marcelino Pandin:

Ya, brainstorming, gitu ya. Kami juga tahu bahwa di dalam Google itu ada semacam panduan, bagaimana menjawab seperti itu. Iya, itu bisa dipakai untuk Anda latihan begitu. Tapi di ujungnya nanti adalah anda sendiri gitu ya, karena kalau tinggal main ambil saja, tidak menjiwai, ketahuan nanti. Nanti waktu wawancara itu, ya ini jangan-jangan kamu dibuatkan atau kamu menyalin ini gitu kan. Biasanya kamu kemudian mengecek gitu kan, dengan beberapa pertanyaan. Lalu kita ambil kesimpulan, okelah kalau ini misalnya satu dia sudah tidak masuk tidak berarti kami sebagai JST itu putus asa. Coba kita tes lagi di bidang ini, jangan-jangan memang dia disini tuh karena dia ngambil menyalin saja, jangan-jangan dia masih punya  kepemimpinan disisi ini. Jadi kami nggak putus asa juga mencari segala kemungkinan. Ada juga yang kadang-kadang kita bilang, lupakan yang ini jawabanmu, sekarang kamu jawab yang ini aja. Karena ini dirimu, kira-kira seperti itu.

Jadi itu juga yang perlu dilakukan yang lain, yang perlu dilakukan yang lain tentu yang paling dasar, apa namanya, kuasai apa proposal yang dia tulis. Banyak juga yang asal comot malam sebelumnya, kelihatan banget, dia comot atau habis ngomong sama temannya, bagus nih topik ini gitu kan, gini gini, malam dia buat ini terus dia masukkan ke dalam, ke dalam apa namanya, formulirnya, lalu dia unggah hanya itu saja, susah. Itu mencerminkan dia tidak punya semangat di area itu, baru sekelibat dia dapat gitu. Dia juga tidak punya semangat untuk mengembangkan dirinya sendiri dan kenapa baru dua malam kamu persiapkan itu? Kenapa nggak dua bulan lah paling tidak. Lalu melakukan pembelajaran dan riset, pembelajaran lebih lanjut, pembelajaran secara melebar dan segala macam, diskusi dengan supervisor, dan itu juga bukti dari calon supervisor, itu bukti bahwa kamu telah mempersiapkan diri kamu sendiri, nanti kan tanggalnya kami lihat, kapan sih kamu komunikasi?

Raissa Almira:

Berarti ini screenshot ya pak atau gimana bentuknya?

Dr. Marcelino Pandin:

Ya biasanya dia cetak ya, dari emailnya mereka. dia cetak itu.

Raissa Almira:

Keliatan tanggalnya ya?

Dr. Marcelino Pandin:

Oh iya dong, jamnya, kapan dia balas? Terus kamu tanyakan apa ke dia? Kan gitu, jadi, sedetail itu kami. Jadi waktu besok pagi misalnya kami akan wawancara orang tersebut, malamnya tuh kami baca minimum satu pelamar itu satu setengah jam dibaca. 

Itu bukan pekerjaan mudah. Tidak. Jadi kita lihat nanti topiknya begini, apa benar ya pertanyaan ini nih? Terus kami lihat lagi di jurnal, dilihat di jurnal itu. Oh ya ini oke nih bagus nih itu, dan ini misalnya ini umum di dunianya dia ini, dan ini cocok Indonesia nih. Jadi mulai muncul, apa namanya, kepercayaan ya. Oke kita akan cek dia besok nih. Nanti terus malamnya itu kami membuat catatan akan nanyain dia tuh ini, ini, ini, ini, begitu ya, untuk konfirmasi.

Jadi Australian Award itu memberikan beasiswa ini, dan juga memilih JST itu bukan yang abal-abal. Bukan. Jadi ada dedikasi di situ juga dan penuh waktu ya. Kami-kami aja harus cuti dari kantor, ya kan? Harus cuti dari kantor untuk betul-betul dia membaca. Karena hari ini selesai misalnya wawancara yang hari pertama misalnya, jam 4 sore, jam 5 sore, jam 6 itu sudah duduk membaca sampai jam 12 malam.

Jadi baru besok pagi nanti baru bertanya agar kualitasnya memang ya bagus ya, dan ada yang disebut natural justice. Natural justice itu prinsip di mana kita memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi si calon untuk menunjukkan dirinya, seperti itu. Jadi mungkin diingat-ingat aja natural justice bisa dilihat juga nanti di internet. Sehingga ya kita Australian Award memilih itu orang yang paling pas lah kira-kira seperti itu.

Raissa Almira:

Oke, terima kasih pak. Mungkin selanjutnya kita akan bahas mengenai wawancara nih pak. Kalau gak salah kan lebih panjang durasinya untuk Ph.D, ditambah ada presentasinya yang mana sangat berbeda dengan Master. Bisa dijelaskan lebih lanjut? 

Dr. Marcelino Pandin:

Kalau sekarang bisa juga berubah, kita nggak tahu perkembangannya ke depan tapi yang sekarang adalah 10 menit dia presentasi. Apa yang dia presentasi? Proposalnya,

Raissa Almira:

Proposalnya, berarti pakai powerpoint kah atau hanya lisan?

Dr. Marcelino Pandin: 

Hanya diijinkan lisan saja, tapi bisa juga alat peraga, seandainya dia memang pada saat nanti dia riset ada alat peraga, kira-kira seperti itu. Jadi 10 menit dia interview lalu kemudian nanti sisanya habis satu jam itu untuk tanya jawab, kira-kira seperti itu. Nah apa yang ditanyakan? Seputar dari proposalnya sendiri. Satu, untuk melihat poin yang pertama kompetensi. Apakah kamu kompeten si pelamar ini untuk menyelesaikan topikmu? Jadi kita memastikan bahwa dia bisa menyelesaikan topik itu gitu kan. Datanya bisa diakses karena kadang topik bagus banget gitu. Tapi datanya gak ada, ya gak lulus juga Ph.D-nya kan. Seperti itu.

Yang ketiga, apakah ada supervisor yang ada di Australia yang bisa mensupervisimu? Kan itu. Okelah, kalau itu sudah terjawab itu, kemudian masuk ke bagian kepemimpinan. Ini wawancara kan? Nanti kami tanya gitu kan, ada dua kemungkinan. Ada pertanyaan yang terbuka, ada pertanyaan yang tertutup. Kalau pertanyaan terbuka, misalnya kita tanyakan gitu, bisa memberikan contoh di mana dalam suatu situasi kamu menunjukkan bahwa kamu pemimpin yang baik, pemimpin yang efektif, itu pertanyaan yang terbuka. Kalau pertanyaan tertutup begini. Apakah kamu seorang pemimpin? Kan gitu, Jadi nanti bisa kombinasi macam-macam, kan seperti itu. Kemudian yang terakhir yang perubahan itu lalu kami tanyakan gitu. Setelah menyelesaikan dan lulus dari Australia, apa yang kamu lakukan? Misalnya seperti itu.

Di dalam form ini sudah ada jawabannya. Tapi kami menggalinya lebih dalam lagi, kan seperti itu. Jadi nanti kita akan lihat beberapa komponen-komponen misalnya oke, bawa perubahan, gitu kan. Nomor satu yang kita cek, apakah dia punya visi gitu ya. Kemudian yang kedua, apakah kamu punya kemampuan untuk membangun aliansi dengan pemegang kepentingan yang lain. Yang ketiga kita akan tanya kamu bisa komunikasi nggak? Jangan-jangan kamu nggak bisa berkomunikasi sama pihak-pihak yang lain gitu. Lalu yang yang lainnya, bagaimana melibatkan yang lain agar terlibat di dalam proyekmu dan sebagainya. Jadi banyak pertanyaan yang bisa kita tanya itu digali dan dari jawabannya itu kita bisa tahu apakah kamu siap atau tidak, gitu. Jadi kesimpulannya itu bukan lulus tidak lulus sebenarnya, tapi apakah kamu siap atau tidak.

Raissa Almira:

Baik pak, karena memang tidak semudah itu ya pak, sudah sampai sana gitu ya pak. Selanjutnya pak, bagaimana sih pak kehidupan bapak dulu pas Ph.D ataupun secara umum, secara akademis nih di Australia, apa sih yang membedakan dengan negara lain pak?

Dr. Marcelino Pandin:

Akademis ya? Dulu kalau kita lihat alurnya yang Australia maupun Inggris begitu, S1, honors bisa langsung ke Ph.D. Dulu ya. Kemudian tren yang lain di sisi Amerika, Amerika tidak begitu. Dia sistemnya S1, S2, lalu S3. Kan gitu ya. Lalu mulailah di Australia juga sama, S1, S2 itu ya. Lalu kemudian di S3. Nah S3 nya Amerika itu selalu, apa namanya, ada kelas dulu, harus lulus kelas dulu. Lalu kemudian ada ujian komprehensif namanya.

Ya, ujian komprehensif. Kalau di Australia namanya confirmation. Kan gitu. Nah di Australia ada yang ada kelas, ada yang tidak ada kelas. Jadi yang ada kelas itu mulai agak-agak ter-Amerika-nisasi. Tapi sebenarnya nggak terlalu Amerika, memang kesana arahnya begitu, misalnya Business School kebanyakan harus ikut matrikulasi.

Tapi ada beberapa di School of Engineering maupun School of Life Sciences, dia nggak perlu. Dia langsung masuk ke ini, nanti dia tinggal ikut kelas-kelas saja tanpa perlu ikut ujian. Kira-kira seperti itu. Jadi memang beda-beda ininya ya.

Tapi paling tidak kalau di Australia, ini sekarang kita ngomongin Australia nih. Australia, dia harus lulus konfirmasi, ada yang mengizinkan satu tahun, ada yang masih memberikan ekstensi sedikit, gitu ya. Sedikit tergantung dari situasi dari si calon tersebut begitu. Nah itulah titik pertama kalau tidak lulus itu pulang, beasiswa berhenti dan pulang. 

Jadi juga kalau tidak mampu memanfaatkan satu tahun itu dan ada beberapa kasus terpaksa harus pulang, ada beberapa kasus yang pulang, dari Indonesia juga ada.

Macam-macam penyebabnya, kan mungkin pertanyaan berikutnya, apa penyebabnya?

Satu, mungkin tidak terlalu tepat memilih topiknya. Yang kedua ada hubungan yang tidak terlalu pas dengan supervisor. Yang ketiga adalah dia sendiri tidak memanfaatkan waktu dengan benar, terlalu banyak mainnya mungkin ya atau kadang-kadang juga keluarga itu menentukan, dukungan keluarga gitu ya.

Jadi banyak dalam satu tahun itu, padahal di situ perlu menyesuaikan, perlu pasang telepon, pasang listrik, pasang internet segala macem, kalau dia punya anak dia harus nyekolahin anaknya segala macem, antar jemput, pengaturan waktunya jelek, lalu satu tahun itu hilang dengan cepat. Akhirnya ya tidak lulus, kemudian dia pulang dengan ya sayang sekali ya.

Raissa Almira:
 Berarti sudah Pak nggak ada kesempatan lagi?

Dr. Marcelino Pandin:

Nggak ada. Jadi seperti itu, tapi walaupun persentasenya kecil, itu bisa terjadi.

Raissa Almira:

Dulu bapak ada pengalaman pribadi nggak pak? Tahun pertama saat Ph.D?

Dr. Marcelino Pandin:

Tahun pertama Ph.D saya ganti lima kali topik.

Raissa Almira:
 Lima kali topik?

Dr. Marcelino Pandin:

Dalam satu tahun, saya ganti lima kali topik. Penyebabnya macam-macam, topik saya udah bagus nih yang pertama, tapi yang pertama ini saya ajukan, supervisornya sudah setuju tapi saya enggak puas, kurang bagus nih ya.

Yang kedua saya cari topik yang bagus, bagus, supervisor setuju, nggak ada datanya. Akses datanya sulit, bukan nggak ada. Jadi, saya harus mengetuk perusahaan bioteknologi di Australia yang bisa disebut misi yang mustahil lah. Iya kan? Jadi Jadi saya pikir, berubah.

Raissa Almira:
 Berubah lagi.

Dr. Marcelino Pandin:

Berubah lagi, ya kan. Kemudian yang ketiga, satu karena data, yang kedua supervisor saya gak setuju yang ketiga gitu, yang keempat, yang kelima baru. 

Saya lupa yang keempat, yang kelima yang baru berhasil. Ada lima itu, tapi saya sudah mahir menyusun dokumen untuk konfirmasi, karena dalam waktu satu tahun, saya membuat lima dokumen konfirmasi kan, jadi sangat cepat dan saya juga udah tahu untuk membuat literatur survey yang kecepatan tinggi itu seperti apa gitu.

Raissa Almira:

Oke, jadi banyak naik turunnya juga ya bapak sendiri?

Dr. Marcelino Pandin:

Iya jadi itu, stresnya juga ada, tapi ya itu namanya hidup. Harus cepat menyesuaikan begitu, usahanya harus ditambah, karena, waktu saya sebentar lagi habis, gitu kan.

Raissa Almira:

Satu tahun itu cepat sih.

Dr. Marcelino Pandin:

Cepat sekali, kan gitu. Lalu disiplin dari seolah-olah kaya ngantor. Saya antar anak ke taman kanak-kanak jam sembilan, jam lima saya jemput dia dan saya pulang jadi saya kerja itu jam sembilan, jam lima, jam sembilan, jam lima. jadi harus terus disiplin, mengelola waktu dan juga ikut aktif lah.

Raissa Almira:

Berarti bapak bawa keluarga ya pak?

Dr. Marcelino Pandin:

Bawa, saya bawa keluarga.

Raissa Almira:

Jadi rame ya pak?

Dr. Marcelino Pandin:

Ya rame, karena mesti dua hal yang harus diurus.

Raissa Almira:

Dua peran ya. Pak mungkin kita kaitkan dengan kehidupan non akademis nih pak buat yang bawa keluarga seperti bapak itu gimana pak di Australia sendiri?

Dr. Marcelino Pandin:

Ya kalau menurut saya begini, dari Australian Award supportnya bagus banget. Satu, apa namanya, peluang untuk menyekolahkan anak di taman kanak-kanak gitu atau juga di SD itu cukup besar dengan status sebagai penyandang beasiswa dari Australian Award. Itu satu. Yang kedua sebenarnya cukup ya jumlah yang diberikan untuk hidup begitu, lalu kemudian yang ketiga, Australian Award menyediakan banyak sekali dukungan, ada dana untuk menetap, itu tuh penting ya. Beli kompor, beli kasur, dan lain sebagainya begitu ya. Dan saya beruntung karena supervisor saya dia di awal itu satu bulan pertama dia membimbing bukan untuk substansi, tapi untuk menetap.

Jadi setelah menetap, baru kemudian waktunya untuk bimbingan. Jadi tergantung ini juga ya bagaimana kita membawakan diri dengan supervisor. Ada yang bisa dekat, ada yang tidak bisa dekat, ada yang jauh dekat sama saja gitu dan sebagainya dan sebagainya, kira-kira seperti itu. Jadi kehidupan yang lain, kehidupan sosial gabung sama olahraga itu gabung sama beberapa aktivitas mahasiswa Australia lainnya.

Raissa Almira:
 Berarti Ph.D masih ikut perkumpulan mahasiswa ya? Atau nggak ada waktu?

Dr. Marcelino Pandin:

Oh iya.

Raissa Almira:

Oh masih ada waktu ya?

Dr. Marcelino Pandin:

Masih, masih.

Raissa Almira:

PPI gitu masih ikut?
 
 Dr. Marcelino Pandin:

PPI sebenarnya salah satu motifnya adalah makanan Indonesia. Ya kan, salah satu motifnya. Sama ya gosip mengenai tanah air gitu kan, seperti itu. Tapi juga sama, membangun jejaring nanti kalau kita pulang dan terbukti bahwa sudah kembali, baru kemarin ketemu teman yang sekarang dia seorang kepala biro di Dewan Pertimbangan Presiden itu, udah lama saya nggak ketemu, ternyata saling membutuhkan berdua, jadi ada sinergi nih.

Jadi hal-hal seperti itu kan kita juga perlu membina, terlepas dari yaudahlah ngobrol-ngobrol santai aja gitu, kira-kira itu sih. jadi masih ada kehidupan di luar studi. Dan jangan lupa untuk berkeliling Australia.

Raissa Almira:

Bapak jalan-jalan juga?

Dr. Marcelino Pandin:

Iya jalan-jalan di Australia, melihat-lihat.

Raissa Almira:

Melihat-lihat keindahan benua ya, karena beda banget tiap daerah.

Dr. Marcelino Pandin:

Iya, beda-beda. Vegetasinya berbeda, kemudian arsitekturnya juga berbeda dan sebagainya. Menarik.

Raissa Almira:

Baik, pertanyaan terakhir, jadikan untuk lulusan Ph.D itu diharapkan menjadi agen perubahan. Nah kira-kira ada nggak sih pak saran buat teman-teman pelamar nih, gimana cara meyakinkan JST ataupun Australia Award Scholarship biar keterima pak? Satu hal, atau satu kerangka kerja yang mereka bisa lakukan biar mereka tuh bisa menyakinkan anggota JST untuk bisa dapat beasiswa ini?

Dr. Marcelino Pandin:

Sebagai agen perubahan ya? Jadi kalau ya, nomor satu agen perubahan itu dia mampu membangun sebuah visi sih. Saya mau buat apa nih? Kan gitu ya, tidak sekedar dapat Ph.D kemudian pulang ke kantornya, naik pangkat itu kan kebanyakan juga ada motivasinya kayak begitu ya. Naik pangkat tidak pernah lagi melakukan penelitian, begitu, tapi hanya sekedar untuk naik pangkat dan status sosial begitu. Tapi kalau yang membangun visi kita juga bisa lihat tuh nanti dia sungguh-sungguh atau tidak visi yang dia bangun. Realistis atau tidak, dapat dicapai atau tidak, begitu, dan apakah dia bisa sistematik menurunkan dari visinya itu ke tahapan demi tahapan dalam hidupnya. Nah kalau dia bisa menceritakan, menggambarkan hal tersebut, biasanya ini sih meyakinkan dan itu sangat alami ya dari seorang calon pemimpin begitu.

Raissa Almira:

Udah tau mau kemana ya pak?

Dr. Marcelino Pandin:

Saya udah tau dan dia instingnya jalan, dia udah tahu mau kemana, dan dia bisa komunikasikan dengan baik tahapan demi tahapan yang dia harus lakukan begitu. Jadi bukan yang dia hafal dari yang dia lihat contoh di Google ya, kira-kira seperti itu.

Raissa Almira:

Tapi sesuatu yang selaras dengan panggilan hatinya ya?

Dr. Marcelino Pandin:

Ya.

Raissa Almira:

Oke pak, satu hal lagi yang saya mau tanya. Jika dia pulang tidak meneliti, nah kalau ini emang dia maunya profesional aja nih, tidak melakukan riset lagi, apakah memungkinkan? Apa disarankan tetap harus riset?

Dr. Marcelino Pandin:

Dalam kehidupan, kalau misalnya dia di PNS ya, di PNS, misalnya ya, semakin dia tinggi, dia banyak akan membuat kebijakan publik.

Raissa Almira:

Yang mana butuh riset ya?

Dr. Marcelino Pandin:

Ya, perlu riset. Atau paling tidak waktu dia membaca riset dari bawahannya, stafnya, dia bisa melihat apakah riset ini itu kredibel atau tidak, teliti atau tidak, dapat dipercaya atau tidak, kira-kira seperti itu. Dari situ, apakah benar yang dia riset, yang dia temukan di riset itu, bisa menjadi kebijakan publik yang baik, misalnya seperti itu. Nah, sensitivitas itu mudah mudahan dia bisa bisa tetap dapat.

Kalau dia di Swasta, tidak berarti tidak ya. Swasta malah menurut saya jauh lebih kental nanti aspek risetnya dia begitu ya. Karena perjuangannya, lebih apa, menantang gitu ya. Dia perjuangannya lebih besar lah, kompetisi segala macam. Nah kompetisi ini kan kalau menurut saya, tapi hanya bisa kita menangi kalau kita melakukan riset kita secara mendalam di setiap tingkatan.

Jadi mudah-mudahan walaupun dia tidak menjadi peneliti, tapi dia bisa menggunakan kemampuan ini pada pengambilan keputusannya dia nantinya begitu, dimana pun dia berada.

Raissa Almira:

Oke paham paham. Pak terima kasih banyak sudah hadir hari ini, apakah ada pesan terakhir buat teman-teman nih Pak Marcelino untuk dibagikan sama teman-teman semua? Penyemangat atau apa gitu?

Dr. Marcelino Pandin:

Ya saya harapkan sih teman-teman mau melamar ya menjadi Ph.D. Ini sebuah kesempatan untuk melatih diri anda untuk menjadi seorang yang jauh lebih kritis, dalam arti yang positif begitu ya, melihat dari situasi dan bagaimana sikap yang kritis ini dijadikan sesuatu yang positif, bisa untuk keputusan bisnis, bisa juga untuk keputusan kebijakan. Dan kalau gagal pertama kali jangan putus asa, ingat saya tadi bilang, ada hampir lima kali loh dan itu kalau satu tahun gagal coba lagi tahun berikutnya. Gagal, coba lagi tahun berikutnya. Tentu dengan 5 kali saya punya keyakinan kemungkinan diterimanya diatas 50%. Mungkin itu yang, apa namanya, yang bisa saya berikan ke teman-teman gitu ya.

Raissa Almira:

Terima kasih banyak Pak sangat menginspirasi dan pasti teman-teman semua tambah termotivasi nih buat melamar.

Oke teman-teman, untuk sekarang aku mau ngingetin ke teman-teman semua untuk selalu cek website Australia Awards Indonesia dan juga media sosial Kedubes dan juga Konjen Australia disini ya teman-teman. Karena semua informasi mengenai Australia Award Scholarship ada di situ.

Oke, satu hal lagi teman-teman, Australia Awards Indonesia mau bagi-bagiin lima hadiah nih untuk teman-teman yang mau bagiin podcast ini ke media sosial. Teman-teman boleh banget bagikan di X, ataupun Instagram post ataupun story dengan mention Kedubes Australia dan gunakan #OzAlumPodcast. Pemenang yang beruntung akan dihubungi oleh tim AAI langsung dan jangan lupa teman-teman juga isi datanya di sini ya biar dapat kesempatan untuk menang. Oke kalau gitu terima kasih banyak teman-teman, sampai jumpa.

*outro*