OzAlum Podcast

Eps #22: Bagaimana Penerima Beasiswa Master Australia Awards Menyiapkan Aplikasi Mereka?

Australia Global Alumni in Indonesia Season 1 Episode 22

Penasaran bagaimana proses mendaftar dan meraih Beasiswa Australia Awards? Dalam episode terbaru OzAlum Podcast, Nuky Setiofitria dan Abrian Duta Firmansyah, penerima Beasiswa Australia Awards untuk program Master, berbagi kisah mereka tentang tekad, persiapan, dan perjalanan mereka hingga berhasil mendapatkan beasiswa tersebut.

Bersama pewara Raissa Almira, mereka membahas proses pendaftaran, mulai dari memilih bidang studi, mencari kampus, hingga memperoleh surat rekomendasi. Mereka juga mengulas berbagai manfaat beasiswa ini—sebelum, selama, dan setelah studi di Australia—serta perannya dalam membentuk perkembangan akademik dan karier di masa depan.

Bagi Anda yang berencana mendaftar program Master melalui Beasiswa Australia Awards atau sekadar ingin memahami prosesnya lebih dalam, episode ini menyajikan wawasan dan inspirasi langsung dari para penerima beasiswa. 

woosh
Abrian Firmansyah:
Aku merasa bahwa menjadi penerima Beasiswa Australia Awards ini merupakan salah satu nikmat dari Tuhan yang patut disyukuri dan juga sangat layak untuk diperjuangkan.

 

Jadi, untuk teman-teman semua yang saat ini sedang berjuang, mumpung waktunya masih ada, mari kita persiapkan aplikasi kita sebaik mungkin, dan lengkapi dokumennya selengkap mungkin.

 

woosh
Nuky Setiofitria:
Sebagai pelamar AAS, kita bukan hadir untuk diselidiki atau dites, tetapi tim JST dan tim AAI ingin mengenal kita lebih dalam. Lalu bagaimana caranya supaya orang yang baru pertama kali bertemu dengan kita bisa mengenal kita? Caranya adalah dengan bercerita atau storytelling.

 

woosh
Raissa Almira:
Kalau kalian flashback, melihat kembali perjalanan kalian, apa pelajaran paling berharga yang kalian dapatkan dari pengalaman ini? Dari proses pendaftaran, masa di Bali, PDT, hingga saat menerima email bahwa kalian diterima.

 

intro

Raissa Almira:
Halo OzListeners, selamat datang kembali di OzAlum Podcast, sebuah podcast tentang Australia, Beasiswa Australia Awards Indonesia, serta para penerima beasiswanya dan alumninya yang luar biasa, bersama aku, Raissa Almira.

 

Hari ini aku akan berbagi bersama teman-teman tentang persiapan aplikasi untuk studi S2, karena kebetulan sekali Beasiswa Australia Awards akan dibuka pada tanggal 1 Februari.

Di episode kali ini, kita akan membahas bagaimana para penerima Beasiswa Australia Awards terpilih di intake sebelumnya dan bagaimana mereka mempersiapkan diri untuk melamar beasiswa ini.

 

Oke, pertama-tama aku mau mengenalkan narasumber kita. Yang pertama, ada Kak Abrian, seorang penerima Beasiswa Australia Awards Indonesia yang saat ini menempuh Masters of International Relations di The University of Melbourne. Halo, Kak.

 

Abrian Firmansyah:
Halo, Kak.

 

Raissa Almira:
Yang kedua, ada Kak Nuky, seorang penerima Beasiswa Australia Awards Indonesia yang saat ini menjadi kandidat Masters of Social Justice di The University of Sydney. Halo, Kak.

 

Nuky Setiofitria:
Halo, Kak Raissa. Halo, OzListeners.

 

Raissa Almira:
Oke, kita langsung mulai saja, ya. Pertama, Kak, bolehkah berbagi kepada kami tentang kesibukan Kakak saat ini, asal usul Kakak, dan motivasi Kakak? Silakan berbagi dengan kami.

 

Abrian Firmansyah:
Terima kasih, Kak Raissa. Halo, rekan-rekan OzListeners semua. Perkenalkan, nama saya Abrian Duta Firmansyah. Saya berasal dari Yogyakarta dan saat ini bekerja sebagai analis kebijakan di Kementerian Keuangan. Sehari-hari saya menangani isu terkait kerja sama keuangan dan ekonomi internasional.

 

Raissa Almira:
Wah, keren sekali. Kalau Kak Nuky bagaimana?

 

Nuky Setiofitria:
Halo, teman-teman OzListeners. Nama saya Nuky, saya tinggal di Jakarta tapi pernah kuliah di Bandung. Untuk kesibukan saat ini, Kak Raissa, saya sedang menjadi "Fulltime Unemployed Lady", tetapi saya sering berbagi pengalaman dengan teman-teman.

 

Raissa Almira:
Oke, jadi sering berbagi pengalaman, ya. Pertanyaan berikutnya, mungkin bercabang, nih. Pertama, bagaimana Kakak pertama kali mengetahui tentang beasiswa ini? Kedua, apa sumber informasi yang menurut Kakak paling kredibel mengenai Beasiswa Australia Awards? Dan terakhir, apa yang membuat Kakak tertarik melamar beasiswa ini dibandingkan beasiswa lain? Silakan dimulai dari Kak Abrian.

 

Abrian Firmansyah:
Terima kasih, Kak. Jadi, saya pertama kali mendapatkan informasi tentang beasiswa ini dari penerima Beasiswa Australia Awards lainnya. Penerima Beasiswa Australia Awards ini sangat membantu sekali, Kak, dan kebetulan atasan saya, yang juga kakak saya, merupakan penerima Beasiswa Australia Awards.

 

Terkait sumber informasi yang kredibel, kita bisa mengaksesnya melalui situs web resmi Beasiswa Australia Awards. Di sana kita dapat membaca handbook, mengetahui persyaratan, dan manfaat yang akan kita terima sebagai penerima beasiswa.

 

Alasan saya memilih beasiswa ini setidaknya ada dua poin penting. Pertama, saya merasa beasiswa ini memberikan manfaat tidak hanya untuk saya secara pribadi atau karier saya, tetapi juga untuk keluarga saya, institusi saya, dan tentunya untuk Indonesia. Dengan mengisi kekosongan keahlian di institusi saya, beasiswa ini juga mendukung hubungan baik antara Indonesia dan Australia.

 

Kedua, manfaat dan dukungan yang diberikan oleh Beasiswa Australia Awards sangat lengkap. Mulai dari pelatihan sebelum keberangkatan, seperti pelatihan bahasa Inggris dan pengenalan budaya, hingga program Introductory Academic Program untuk mempersiapkan studi di Australia. Setelah lulus, kita juga bergabung dengan komunitas Global Alumni, yang penting untuk pengembangan karier kita ke depan. Begitu, Kak.

 

Raissa Almira:
Berarti kita akan mendapatkan PDT dan IAP ya, Kak? Double, teman-teman.

 

Nuky Setiofitria:
Betul.

 

Raissa Almira:
Oke, keren banget. Kalau dari Kakak sendiri, bagaimana?

 

Nuky Setiofitria:
Kalau aku, pertama kali mendapatkan informasi tentang AAS itu pada akhir tahun 2022 dari sahabatku yang bekerja di bidang pemerintahan. Di instansinya, mereka memberikan pelatihan kepada karyawan-karyawannya untuk mendaftar beasiswa. Ada karyawan-karyawan terpilih yang kemudian diberi pelatihan. Nah, dia mendapatkan informasi tentang AAS ini, lalu dia membagikan informasinya kepadaku, “Ayo daftar,” katanya.

 

Setelah itu, aku mulai mencari informasi lebih lanjut. Sama seperti kata Kak Abi, aku mulai mengecek website Australia Awards in Indonesia, lalu juga Instagram Kedutaan Besar Australia. Di sana banyak sekali informasi, dan aku juga mulai bertanya-tanya kepada para penerima beasiswa sebelumnya.

 

Alasan mengapa aku akhirnya memutuskan untuk mendaftar Beasiswa Australia Awards adalah karena aku ini lintas jurusan. Aku mengambil Masters of Social Justice Development Studies, tetapi S1-ku dulu adalah Fashion Design.

 

Aku memilih jurusan ini karena pengalaman sukarelawan di sebuah yayasan disabilitas. Ketika aku ingin mengembangkan yayasan tersebut, aku berpikir, “Aduh, aku tidak punya pengetahuan dasar. Aku tidak punya kemampuan advokasi. Aku tidak akan bisa membuat orang tertarik atau meyakinkan mereka. Aku butuh ilmu.”

 

Cara mendapatkan ilmu itu adalah dengan kuliah. Namun, kondisi finansialku saat itu tidak memungkinkan. Jadi, ketika aku tahu tentang AAS yang memiliki banyak manfaat, aku merasa ini sangat membantu dan menjadi kesempatan besar untuk membantuku mencapai sesuatu yang bisa menyelesaikan isu yang aku angkat.

 

Akhirnya, aku memutuskan untuk mempersiapkan diri mendaftar AAS.

 

Raissa Almira:
Iya, paham. Nah, mungkin pertanyaan selanjutnya, apa sih langkah pertama yang Kakak lakukan untuk mendaftar? Karena banyak teman-teman bingung harus mulai dari mana. Apakah dari IELTS dulu, atau yang lain? Apa langkah pertama yang Kakak sarankan?

 

Nuky Setiofitria:
Kalau dari aku, langkah pertama yang aku lakukan adalah melakukan riset tentang universitas. Setelah memahami formulir pendaftaran AAS, aku mengetahui apa saja yang diminta, memahami sektor prioritas AAS, lalu menentukan jurusan yang ingin aku ambil, dan mencari universitas.

 

Saat itu, aku bingung karena wawasan tentang universitas di Australia sangat terbatas, hanya tahu Universitas Melbourne, Monash, dan Universitas Sydney. Akhirnya, aku tahu dari formulir AAS bahwa ada yang namanya CRICOS, yaitu website yang berisi daftar universitas di Australia beserta jurusannya. Dari situ, aku menemukan beberapa universitas, membandingkan unit studi, hingga akhirnya menemukan profesor yang sesuai.

 

Raissa Almira:
Oke, jadi CRICOS penting banget, ya?

 

Nuky Setiofitria:
CRICOS sangat penting untuk mencari informasi.

 

Raissa Almira:
Kalau Mas Abi, bagaimana?

 

Abrian Firmansyah:
Hampir sama dengan Nuky. Namun, yang paling penting bagi saya, sebagai bagian dari Government of Indonesia, adalah pertama-tama mengidentifikasi gap keahlian (expertise gap) yang dibutuhkan oleh kantor saya. Ini sangat penting untuk memastikan bahwa kita bisa mengisi kekosongan keahlian tersebut, yang tentunya akan memberikan dampak maksimal.

Setelah mengetahui gap keahlian dan jurusan yang sesuai, barulah saya membandingkan universitas mana yang menawarkan subjek yang sesuai dengan kebutuhan tersebut, seperti yang Nuky bilang.

 

Raissa Almira:
Jadi lebih ke memetakan dan mencocokkan antara kebutuhan dengan apa yang mereka tawarkan, ya?

 

Abrian Firmansyah:
Betul.

 

Raissa Almira:
Oke, ini juga menjawab pertanyaan kedua, yaitu strategi apa yang digunakan. Kita lanjut ke pertanyaan berikutnya, ya. Salah satu poin atau langkah terpenting dari AAS adalah esai atau supporting statement. Kira-kira ada saran tidak untuk memperkuat statement kita agar berbeda dari yang lain?

 

Abrian Firmansyah:
Ada dua poin yang menurut saya penting untuk dipertimbangkan oleh teman-teman semua.

Pertama, buatlah aplikasi kalian mencerminkan diri sendiri.

 

Raissa Almira:
Maksudnya personal, ya?

 

Abrian Firmansyah:
Iya, personal, realistis, dan dampaknya harus dapat dicapai (achievable) serta terukur (measurable). Karena jika kita menulis sesuatu yang tidak realistis atau sulit dicapai, tentu akan kurang masuk akal.

 

Kedua, penting untuk menyelaraskan antara apa yang telah kita lakukan, apa yang sedang kita lakukan, serta apa yang dibutuhkan dan akan dilakukan di masa depan. Dengan adanya keterkaitan yang kuat, saya yakin aplikasi akan menjadi lebih personal dan juga kuat.

 

Raissa Almira:
Jadi menggunakan metode SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, and Time-bound) dan STAR (Situation, Task, Action, and Result), ya?

 

Abrian Firmansyah:
Betul sekali.

 

Nuky Setiofitria:
Aku setuju dengan Kak Abi. Namun, aku ingin menambahkan. Ketika kita membuat esai, kita harus menekankan kalimat-kalimat yang kuat dan personal. Aku ingin menyoroti podcast episode sebelumnya, ketika ada Pak Marcelino dari tim JST.

 

Beliau menyebutkan bahwa kita, sebagai pelamar AAS, tidak sedang diuji atau diselidiki. Tim JST dan AAI hanya ingin mengenal kita lebih dalam. Lalu bagaimana caranya agar mereka bisa mengenal kita? Yaitu dengan bercerita.

 

Sebagai contoh, kita hanya perlu menyebutkan pengalaman yang relevan, bukan semua pengalaman kita. Pilih satu atau dua pengalaman yang sejalan dengan apa yang sedang kita lakukan saat ini dan tujuan kita. Hubungkan dengan universitas yang dipilih serta kontribusi yang bisa diberikan untuk Indonesia di masa depan.

 

Raissa Almira:
Oke, jadi penting juga untuk belajar dari podcast sebelumnya agar tahu pola-pola seperti apa yang mereka cari, ya?

 

Nuky Setiofitria:
Betul.

 

Raissa Almira:
Oke, kakak-kakak ini kan mengambil Masters by Coursework ya?

 

Abrian Firmansyah:
Betul.

 

Nuky Setiofitria:
Betul.

 

Raissa Almira:
Tapi aku yakin selama di Bali saat PDT pasti bertemu ya dengan orang-orang yang mengambil Masters by Research?

 

Abrian Firmansyah:
Iya.

 

Raissa Almira:
Mungkin bisa berbagi tips, bagaimana cara menghubungi calon supervisor untuk Masters by Research?

 

Nuky Setiofitria:
Oke. Aku sempat berdiskusi dengan teman yang mengambil Masters by Research. Kalau kita ingin mendaftar Masters by Research, kita membutuhkan supervisor. Bagaimana caranya menemukan kontak supervisor, dan bagaimana memastikan supervisor tersebut adalah profesor yang ahli di bidang yang ingin kita ambil?

 

Caranya bisa dengan melihat di situs web universitas. Jadi, kita sudah menentukan jurusan dan universitasnya. Ketika kita cek di situs web universitas, biasanya ada kolom yang mencantumkan daftar profesor di jurusan tersebut. Di sana ada informasi singkat tentang profesor, seperti bidang keahliannya, latar belakang pendidikan (S1, S2, S3), riset yang sedang dilakukan, bahkan publikasi yang pernah dibuat.

 

Dari situ, kita bisa melihat apakah bidang keahlian profesor tersebut sejalan dengan topik riset yang ingin kita ambil. Jika ya, kita bisa menjadikan profesor itu sebagai pilihan untuk dihubungi.

 

Raissa Almira:
Oke, baik. Kalau dari kakak sendiri, bagaimana cara mengisi detail penelitian dan formulir untuk Masters by Research?

 

Abrian Firmansyah:
Ya, memulai Masters by Research sebaiknya diawali dengan memiliki proposal penelitian yang jelas. Seperti yang disampaikan oleh Kak Nuky, kita perlu supervisor. Dalam prosesnya, proposal penelitian kita sebaiknya sudah mendapat revisi atau masukan dari supervisor tersebut.

 

Jadi, ketika pendaftaran beasiswa AAS dibuka, proposal penelitian kita sudah siap dan matang. Kita bisa memulai persiapan ini dari sekarang.

 

Raissa Almira:
Mulai dari sekarang ya, tidak menunggu Februari?

 

Abrian Firmansyah:
Betul.

 

Nuky Setiofitria:
Ada tambahan sedikit, Kak. Ketika kita menghubungi supervisor, biasanya kita menemukan kontaknya berupa email. Pastikan pendekatan kita sopan, tanyakan apakah supervisor tersebut tersedia untuk membimbing kita. Jika tidak, minta rekomendasi dari mereka tentang siapa yang mungkin cocok di bidang serupa.

 

Raissa Almira:
Oke. Ini pertanyaan lain, apakah proposal penelitian ini berkaitan dengan supporting statement?

 

Nuky Setiofitria:
Ya.

 

Raissa Almira:
Jadi saling melengkapi ya?

 

Nuky Setiofitria:
Harusnya iya, karena keduanya relevan. Riset yang kita angkat pasti akan tercermin di supporting statement.

 

Raissa Almira:
Jadi, teman-teman, usahakan agar CV, surat rekomendasi, supporting statement, dan proposal penelitian saling berkaitan.

 

Abrian Firmansyah:
Betul.

 

Nuky Setiofitria:
Iya, betul.

Raissa Almira:
Sehingga ketika tim seleksi membaca dokumen kita, mereka langsung tahu, "Oke, ini yang dia inginkan."

 

Nuky Setiofitria:
Dan satu hal lagi, Kak.

 

Raissa Almira:
Oh iya, silakan.

 

Nuky Setiofitria:
Jangan mendadak membuatnya.

 

Abrian Firmansyah:
Iya, betul.

 

Raissa Almira:
Semuanya harus disiapkan jauh-jauh hari ya?

 

Nuky Setiofitria:
Iya, Kak.

 

Raissa Almira:
Kapan Kakak mulai persiapannya? Februari kan baru buka?

 

Abrian Firmansyah:

Aku mulai dari bulan November-Desember. Di bulan-bulan ini sudah mulai baca prioritas AAS, menyiapkan dokumen, seperti tes Bahasa Inggris dan penerjemahan ijazah, karena semua itu butuh waktu.

 

Nuky Setiofitria:
Iya, butuh waktu.

 

Abrian Firmansyah:
Jadi, penting untuk persiapan dari sekarang, agar saat pendaftaran dibuka, kita bisa fokus pada penulisan aplikasinya.

 

Nuky Setiofitria:
Betul.

 

Raissa Almira:
Kalau Kakak Nuky, sama seperti itu juga?

 

Nuky Setiofitria:
Iya, sama.

 

Raissa Almira:
Oke. Selanjutnya, bagaimana cara menunjukkan komitmen untuk berkontribusi ke negara ini dalam esai?

 

Nuky Setiofitria:
Kalau dari saya, yang membawa saya ke Beasiswa Australia Awards adalah keterlibatan saya dalam salah satu kegiatan sukarela di yayasan disabilitas. Yayasan tersebut berada di Bogor, dan saya ingin meningkatkan kesejahteraan di yayasan ini karena saat ini masih bergantung pada donasi.

 

Saya ingin memberikan advokasi terkait yayasan ini, tetapi saya tidak memiliki latar belakang keilmuan atau pengetahuan dasar yang memadai. Saya membutuhkan pendidikan. Oleh karena itu, dalam esai saya, saya gambarkan bahwa ada satu permasalahan atau isu yang ingin saya angkat, dan saya sedang mencari cara untuk menyelesaikannya. Solusinya adalah dengan melanjutkan studi Masters of Social Justice di Australia.

 

Setelah kembali ke Indonesia, saya dapat menerapkan ilmu yang saya peroleh untuk membantu yayasan disabilitas di Bogor tersebut, dan mungkin nantinya bisa diperluas ke yayasan lainnya.

 

Raissa Almira:
Jadi memang ingin kembali ke yayasan yang sama, ya?

 

Nuky Setiofitria:
Iya, betul.

 

Raissa Almira:
Baik. Kalau dari Mas Abrian?

 

Abrian Firmansyah:
Kalau dari saya, tentu hal yang paling penting adalah memastikan keselarasan yang kuat antara apa yang sudah kita kerjakan, apa yang dibutuhkan, dan apa rencana kita ke depan.

 

Menurut saya, penting juga untuk mendetailkan target ke depan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Selain itu, meminta surat rekomendasi juga menjadi hal yang krusial. Dalam surat rekomendasi, terdapat dukungan yang dapat memperkuat aplikasi kita dan menunjukkan arah rencana kita ke depan.

 

Raissa Almira:
Baik. Kita lanjut ke pembahasan dokumen. Terkait dokumen seperti surat rekomendasi, apakah ada saran dari kalian untuk memastikan dokumen lengkap dan tidak ada yang terlewat?

 

Nuky Setiofitria:
Kalau dari saya, saat akan mendaftar, saya sering memeriksa Cognito Form. Saat kita mendaftar AAS, semua formulir diisi melalui platform bernama Cognito. Di sana, dokumen yang diminta sudah dijelaskan secara rinci, termasuk detail dari setiap dokumen.

 

Awalnya, saya berpikir untuk membuat checklist terpisah agar lebih mudah, tetapi setelah dicek lagi, ceklis yang saya buat tidak sedetail Cognito. Akibatnya, ada kemungkinan ada dokumen yang terlewat atau tidak memenuhi kriteria. Jadi, sangat penting untuk secara rutin memeriksa Cognito Form sambil mengunggah dokumen yang dibutuhkan.

 

Raissa Almira:
Baik. Kalau dari Mas Abrian?

 

Abrian Firmansyah:
Mungkin saya tambahkan dari Kak Nuky, ya. Sangat penting untuk membuat folder khusus untuk menyimpan dokumen-dokumen yang diperlukan. Yang kedua, jangan lupa untuk membuat cadangan. Kalau dokumen hilang, semua usaha kita juga bisa hilang. Yang penting juga, aplikasi AAS itu sangat user-friendly. Jadi, data yang kita masukkan bisa dicicil, disimpan, dan baru disubmit saat kita benar-benar yakin semua sudah lengkap.

 

Nuky Setiofitria:
Jangan lupa juga untuk memeriksa ulang semuanya, ya.

 

Abrian Firmansyah:
Betul. Selain itu, mintalah bantuan teman atau saudara untuk mengecek aplikasi atau dokumen kita. Kadang menurut kita sudah benar, tetapi masih ada typo atau kesalahan lainnya.

 

Raissa Almira:
Benar sekali, perlu mata lain untuk memeriksa. Kalau di zaman saya dulu, ada dua form yang harus diisi. Sekarang hanya satu?

 

Nuky Setiofitria:
Iya, sekarang hanya satu form saja.

 

Raissa Almira:
Jadi lebih sederhana, ya. Satu form saja. Baik. Kalian mewakili jalur GOI dan ETG, bukan jalur reguler. Apa saja perbedaan dokumen saat persiapan? Mungkin dimulai dari Mas Abrian dulu untuk jalur GOI.

 

Abrian Firmansyah:
Kalau dari jalur GOI atau ASN, ada dua dokumen yang membedakannya dari jalur lain. Pertama, Nominating Agency Declaration (NAD). NAD adalah dokumen yang ditandatangani atau dikeluarkan oleh pejabat atau pegawai institusi yang memiliki otoritas untuk memberikan izin tugas belajar atau izin belajar.

 

Abrian Firmansyah:
Untuk dokumen yang kedua, yaitu SKPPNS (Surat Keputusan Pengangkatan PNS), dokumen ini digunakan untuk membuktikan bahwa kita benar-benar seorang PNS. Karena kita mendaftar melalui jalur GOI, dokumen ini sangat penting.

 

Raissa Almira:
Baik, jadi ada dua dokumen itu ya?

 

Abrian Firmansyah:
Oh iya, satu lagi, untuk NAD ini, pada dasarnya setiap unit memiliki prosedur yang berbeda-beda. Saya merekomendasikan teman-teman untuk menanyakan langsung kepada pegawai yang berwenang, seperti PKD (Pejabat Kepegawaian Daerah), siapa yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan NAD ini.

 

Raissa Almira:
Baik. Kalau jalur ETG sendiri bagaimana? Mungkin dijelaskan dulu apa itu ETG sebelum masuk ke perbedaan dokumennya. Silakan.

 

Nuky Setiofitria:
Oke, Kak Raissa. Saya mendaftar melalui jalur ETG, yaitu Equity Target Group (Kelompok Sasaran Pemerataan). ETG ini memiliki beberapa kategori, dan saya mendaftar khusus untuk ETG kategori Women with Disadvantaged Background karena saya adalah seorang family caregiver dan family provider

 

Saat mendaftar, saya melampirkan informasi terkait kondisi saya pada waktu itu di formulir AAS. Di Cognito Form, saya menjelaskan peran saya sebagai caregiver, apa saja yang saya urus, kesibukan saya sebagai provider, pekerjaan saya, dan lain sebagainya.

 

Bagi teman-teman yang ingin mendaftar ETG di jalur lain, seperti jalur disabilitas atau provinsi sasaran pemerataan, bisa mengecek informasi lebih lanjut di situs web AAI. Di sana dijelaskan secara detail dokumen apa saja yang perlu ditambahkan.

 

Raissa Almira:
Jadi untuk ETG itu harus ada bukti pendukung, ya? Tidak hanya deklarasi, tetapi harus ada bukti. Sekarang kita bahas soal Bahasa Inggris. Tantangan terbesar biasanya di sini. Kalau dari kalian, tes Bahasa Inggris apa yang diambil dan ada saran supaya belajar Bahasa Inggris bisa lebih efektif? Mungkin dari Mas Abrian dulu.

 

Abrian Firmansyah:
Sebenarnya, AAS memberikan keleluasaan bagi kita untuk memilih jenis tes Bahasa Inggris yang sesuai. Misalnya, kita bisa menggunakan IELTS, TOEFL, atau PTE.

 

Saran saya, teman-teman bisa memilih tes yang paling sesuai dengan kondisi masing-masing. Karena ada tes yang biayanya cukup mahal atau tidak tersedia di semua kota. Yang penting, pilihlah tes yang dapat memenuhi syarat terlebih dahulu.

 

Selain itu, AAS sangat membantu kita. Jika sudah masuk dalam daftar shortlisted, kita akan difasilitasi untuk tes IELTS secara gratis. Kemudian, jika skor kita masih di bawah standar universitas, kita juga akan difasilitasi untuk tes ulang IELTS setelah mengikuti PDT (Pre-Departure Training).

 

Selama PDT, kita akan mendapatkan pelatihan intensif untuk mencapai skor IELTS tertentu. Jadi, AAS mendukung kita di setiap tahapnya.

 

Raissa Almira:
Kalau dari Mbak Nuky, ada tambahan?

 

Nuky Setiofitria:
Kalau dari saya, lebih ke proses belajarnya, ya. Untuk persiapan, waktu itu saya cukup intens belajar IELTS sambil mengerjakan soal-soal dan mengembangkan kemampuan Bahasa Inggris saya. 

 

Menurut saya, belajar IELTS dan belajar Bahasa Inggris adalah dua hal yang berbeda.

Sering kali teman-teman khawatir dengan nilai IELTS, lalu memutuskan untuk ikut les IELTS. Namun, sebelum memutuskan untuk ikut les, pastikan terlebih dahulu kemampuan Bahasa Inggris kita setidaknya berada di tingkat lower intermediate.

 

Mengapa? Karena les IELTS itu bukan untuk belajar Bahasa Inggris, melainkan belajar cara mengerjakan soal IELTS. Jadi, kemampuan Bahasa Inggris perlu dikembangkan secara mandiri sambil kita belajar strategi untuk menjawab soal IELTS.

 

Nuky Setiofitria:
Belajar Bahasa Inggris itu tidak bisa dilakukan secara sistem kebut semalam (SKS), jadi harus dilakukan secara berkala. Kalau saya pribadi, karena memang cukup suka dengan Bahasa Inggris, sejak dulu saya sering mengembangkan kemampuan berbicara dengan cara berbicara bersama teman-teman yang juga suka Bahasa Inggris. Kami sering latihan percakapan dua arah untuk meningkatkan keterampilan.

 

Untuk menambah perbendaharaan kata, menurut saya hal ini sangat krusial, terutama bagi kita orang Indonesia yang bahasa utamanya bukan Bahasa Inggris. Ketika perbendaharaan kata terbatas, kemampuan berbicara bisa terhenti, dan saat menulis pun kita sering kebingungan.

 

Bagaimana cara menambah perbendaharaan kata? Saya pribadi banyak membaca berbagai sumber, seperti berita dari CNN, BBC, atau jurnal ilmiah. Karena jurnal-jurnal tersebut biasanya menggunakan bahasa yang akademis, ini sangat membantu untuk persiapan IELTS, terutama pada bagian menulis dan membaca, yang materinya sering berbasis akademis.

 

Jadi menurut saya, bisa dicoba untuk memperbanyak bacaan agar kemampuan Bahasa Inggris semakin berkembang.

 

Raissa Almira:

Baik. Setahu saya juga, skor minimum untuk tes Bahasa Inggris itu berbeda-beda ya, untuk jalur ETG dan GOI?

 

Nuky Setiofitria:
Ya, benar sekali.

 

Raissa Almira:
Jadi teman-teman perlu mengecek kembali persyaratannya. Tapi pada akhirnya, kita tetap harus memenuhi skor yang sesuai dengan universitas tujuan, ya?

 

Abrian Firmansyah:
Iya, sesuai dengan universitas.

 

Raissa Almira:
Jadi skor awal itu untuk seleksi saja, teman-teman. Tapi begitu sudah diterima, jika skor IELTS kita belum memenuhi standar universitas…

 

Nuky Setiofitria:
Kita nanti akan difasilitasi. Jika band IELTS kita belum memenuhi standar tetapi sudah diterima AAS, maka selama PDT (Pre-Departure Training), durasi PDT-nya akan lebih panjang dibandingkan teman-teman yang sudah memenuhi standar. Tapi ini bisa menjadi kesempatan untuk belajar karena kita akan diberi kelas Bahasa Inggris sebagai persiapan untuk tes IELTS berikutnya.

 

Raissa Almira:
Iya, benar. Oke, kita lanjut ke pertanyaan berikutnya tentang surat rekomendasi. Mungkin Mbak Nuky bisa berbagi, bagaimana cara memilih orang yang tepat untuk memberikan surat rekomendasi?

 

Nuky Setiofitria:
Saya setuju dengan Mas Abrian sebelumnya, memilih orang yang mengenal kita dan mengetahui kapasitas kita itu penting.

 

Pada saat saya meminta surat rekomendasi, saya masih bekerja. Jadi, saya langsung meminta kepada CEO perusahaan tempat saya bekerja karena beliau merupakan atasan langsung yang sering mengawasi pekerjaan saya. Dari situ, keluarlah surat rekomendasi pertama saya.

 

Untuk aplikasi Masters by Coursework, kita biasanya membutuhkan minimal dua surat rekomendasi: satu dari atasan langsung di dunia profesional, dan satu lagi dari akademisi. 

Karena saya sudah lulus kuliah cukup lama (tahun 2019), saya mulai dengan menghubungi wali dosen saat kuliah untuk meminta arahan. Wali dosen saya menyarankan agar saya meminta surat rekomendasi kepada dosen pembimbing saya saat S1, karena pada akhir masa kuliah saya banyak menghabiskan waktu dengan beliau.

 

Beliau lebih memahami progres, proses, kapasitas, dan etos kerja saya. Dengan begitu, surat rekomendasi yang dibuat bisa lebih personal dan relevan.

 

Raissa Almira:
Tapi bagaimana kalau sudah lama lulus, misalnya 10 tahun yang lalu, dan sudah kehilangan kontak dengan dosen akademik? Ada solusi?

 

Abrian Firmansyah:
Kalau saya, untuk rekomendasi akademik, saya memilih dosen pembimbing skripsi. Karena saat mengerjakan skripsi, biasanya kita sering berdiskusi, menulis, dan meminta ulasan.

Jika sudah lama tidak berkomunikasi, kita bisa mengingatkan kembali dosen tersebut dengan menjelaskan topik skripsi yang pernah kita tulis, sehingga beliau bisa terhubung kembali dengan kita.

 

Nuky Setiofitria:
Betul sekali.

 

Abrian Firmansyah:
Sebagai tambahan, kita juga bisa meminta rekomendasi dari pihak eksternal. Misalnya, dari mitra kerja atau pihak lain di luar tempat kita bekerja atau kuliah. Rekomendasi dari pihak eksternal ini dapat memperkuat aplikasi kita karena memberikan perspektif yang berbeda, dan itu penting.

 

Raissa Almira:
Gimana tuh maksudnya eksternal?

 

Abrian Firmansyah:
Kalau saya pribadi, pihak eksternal itu bisa berasal dari organisasi internasional yang sering berinteraksi dengan kita. Kita bisa meminta rekomendasi dari mereka untuk menggambarkan seperti apa kinerja kita selama bekerja, misalnya dalam hal kepemimpinan, komunikasi, atau negosiasi. Menurut saya, rekomendasi dari pihak eksternal ini penting karena memberikan perspektif tambahan yang relevan.

 

Raissa Almira:
Itu masuknya rekomendasi non-akademik, ya?

 

Abrian Firmansyah:
Iya, betul sekali.

 

Raissa Almira:
Sekarang kita beralih ke saran. Kalau kalian mengingat kembali perjalanan kalian, apa sih pelajaran paling berharga yang bisa diambil dari pengalaman pendaftaran, masa di Bali, PDT, sampai saat menerima email diterima? Ada momen yang benar-benar “wow”?

 

Nuky Setiofitria:
Saran atau flashback, siapa yang mau mulai dulu?

 

Abrian Firmansyah:
Oke, kalau dari saya, pelajaran paling berharga yang saya dapat adalah ilmu baru. Selama PDT, saya tidak hanya diajarkan tentang Bahasa Inggris, tetapi juga tentang budaya dan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion). Awalnya, saya hanya tahu sekilas tentang GEDSI, tapi ternyata banyak orang di sekitar kita yang membutuhkan dukungan khusus. Itu sangat membuka wawasan saya untuk masa depan.

 

Yang kedua adalah keberagaman. Penerima Beasiswa Australia Awards berasal dari berbagai daerah dan latar belakang. Jadi, saya banyak belajar tentang keberagaman itu sendiri.

 

Raissa Almira:
Padahal kuliah belum mulai, ya?

 

Abrian Firmansyah:
Belum mulai, tapi ilmunya sudah banyak.

 

Raissa Almira:
Kalau dari Mbak Nuky?

 

Nuky Setiofitria:
Kalau saya, selama mendaftar hingga menjadi penerima beasiswa, banyak hal baru yang saya coba. Misalnya, membuat esai dalam lingkungan akademik, padahal saya bukan fresh graduate. Saya lulus kuliah sudah cukup lama. Saran saya, jangan malu bertanya.

 

Saya banyak bertanya pada teman-teman yang pernah mendaftar beasiswa atau yang lebih berpengalaman. Jangan ragu untuk belajar dari mereka. Kadang, kita takut pandangan orang, seperti “ah malu, lagi apply AAS, nanti dikomentari ini-itu.” Tapi kalau kita terus begitu, kita tidak akan berkembang.

 

Begitu juga dalam belajar Bahasa Inggris. Ketika saya bilang ke teman-teman untuk banyak melakukan percakapan atau berbicara dengan orang lain, sering ada yang takut dikomentari negatif. Ingat, yang membutuhkan ilmu itu kamu, yang akan mengaplikasikan ilmu juga kamu. Jangan dengarkan komentar orang kalau itu menghalangi hal positif.

 

Pelajaran lain adalah, walaupun kita sudah memberikan usaha terbaik, tetap siapkan diri untuk hasil terburuk. Bukan berarti kita tidak layak atau kurang cerdas jika tidak diterima. Mungkin ada hal yang belum terpenuhi, tapi usaha kita tetap memiliki nilai.

 

Yang penting, jangan menyerah. Punya kemauan untuk mencoba lagi adalah nilai tambah besar.

 

Raissa Almira:
Oke. Menurut kalian, apa kesalahan yang sering dilakukan oleh pendaftar dan sebaiknya dihindari? Mungkin dari Mas Abrian dulu.

 

Abrian Firmansyah:
Kesalahan yang sering saya lihat adalah banyak pendaftar mengerjakan aplikasinya di waktu mepet. Akibatnya, mereka tidak bisa mengecek kembali aplikasi mereka. Hal ini membuat aplikasi mereka kurang optimal dalam menggambarkan potensi atau visi. Jadi, penting untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin.


 Yang kedua, saya banyak melihat teman-teman menulis aplikasi hanya berdasarkan satu perspektif, yaitu dirinya sendiri. Contohnya, mereka ingin mendaftar program Public Policy di Melbourne hanya karena teman-teman mereka juga mendaftar ke program yang sama.

Jadi, tidak ada justifikasi yang kuat serta kurangnya keselarasan antara apa yang telah dilakukan dengan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini penting karena kita juga perlu memahami perspektif dari pemberi beasiswa, seperti prioritas mereka, karakteristik yang dinilai, dan harapan terhadap para penerima beasiswa. Setiap investasi yang diberikan tentu diharapkan menghasilkan dampak yang signifikan. Dua hal ini sering dilupakan oleh teman-teman pendaftar.

 

Raissa Almira:
Keselarasan itu memang penting.

 

Abrian Firmansyah:
Benar sekali, keselarasan itu sangat penting.

 

Raissa Almira:
Oke, setelah diterima di AAS, kalian langsung ke Bali untuk PDT (Pre-Departure Training). Gimana tuh pengalaman kalian?

 

Abrian Firmansyah:
Pengalaman itu sangat luar biasa. Bagi saya yang berasal dari latar belakang Government of Indonesia atau PNS, ini seperti waktu untuk menyegarkan pikiran dari rutinitas pekerjaan. Kami kembali belajar Bahasa Inggris, dan bukan hanya untuk IELTS, tetapi juga Bahasa Inggris akademik. 

 

Kami diajarkan tentang budaya, cara mengakses jurnal akademik, serta sumber daya perpustakaan di Australia. Hal ini sangat penting untuk mempersiapkan studi kami nanti.

Selain itu, kami juga belajar membangun networking dan memahami GEDSI (Gender Equity, Disability, and Social Inclusion). PDT ini sangat penting, tidak hanya untuk masa studi, tetapi juga untuk kehidupan saya ke depan.

 

Raissa Almira:
Berapa lama waktu PDT di Bali?

 

Abrian Firmansyah:
Durasi PDT berbeda-beda. Waktu itu saya mendapat 10 minggu karena ada nilai IELTS saya yang kurang. Jadi, saya mendapatkan fasilitas dari AAS untuk pelatihan dan tes IELTS tambahan.

 

Raissa Almira:
Memang lengkap sekali ya AAS ini.

 

Nuky Setiofitria:
Baik banget AAS itu.

 

Raissa Almira:
Kalau dari Mbak Nuky, bagaimana pengalamannya?

 

Nuky Setiofitria:
Pengalaman ini luar biasa bagi saya. Saya bertemu banyak teman dari berbagai daerah, seperti Sumba dan Sulawesi Tengah, serta dari berbagai bidang keahlian. Wawasan saya jadi lebih luas. 

 

Topik-topik yang sebelumnya terasa sulit menjadi lebih jelas setelah berdiskusi dengan mereka.

Seperti kata Mas Abrian, PDT adalah tempat yang sangat baik untuk networking. Kita bertemu banyak orang dengan sudut pandang berbeda yang bisa saling bertukar pikiran.

 

Dari segi pembelajaran, saya paling terkesan dengan Academic Study. Kami belajar Academic Reading dan Academic Writing, yang sangat membantu saya karena sudah cukup lama lulus kuliah. Dulu, karena latar belakang saya lintas jurusan, saya tidak terlalu fokus pada aspek akademik ini.

 

Jadi, PDT mempersiapkan saya untuk tidak terlalu kaget saat menghadapi tugas-tugas akademik di Australia.

 

Raissa Almira:
Benar, teman pertama kalian di Australia nanti adalah mereka yang kalian kenal saat PDT, ya?

 

Abrian Firmansyah:
Betul sekali.

 

Nuky Setiofitria:
Iya, bisa jadi.

 

Raissa Almira:
Bisa jadi teman sekamar atau teman berbagi. Penting banget ya punya jejaring. Nah, setelah jadi penerima beasiswa, menurut kalian apa manfaat AAS yang paling berguna untuk hidup atau karier kalian?

 

Nuky Setiofitria:
Wah, manfaatnya luar biasa.

 

Abrian Firmansyah:
Kalau saya, yang pertama jelas, kita mendapat kesempatan untuk mengakses sistem pendidikan yang berkualitas. Hal ini sangat bermanfaat, tidak hanya untuk karier kita tetapi juga untuk kontribusi kita ke Indonesia ke depannya.

 

Kemudian, jejaring juga menjadi salah satu keunggulan. Di sana, kita akan bertemu langsung dengan para ahli, dosen, dan profesional, serta berinteraksi dengan sesama penerima Beasiswa Australia Awards. Jejaring ini sangat penting untuk pengembangan karier di masa depan.

 

Yang ketiga, ini sedikit lebih personal. Saya berencana membawa keluarga ke Australia karena hal ini diperbolehkan oleh AAS. Anak-anak juga bisa sekolah di sekolah negeri secara gratis, jadi ini menjadi peluang luar biasa untuk memberikan pengalaman hidup yang tidak terlupakan, baik bagi saya maupun keluarga saya.

 

Raissa Almira:
Iya, kebayang sih, apalagi untuk anak-anak ya.

 

Abrian Firmansyah:
Betul sekali.

 

Raissa Almira:
Mereka akan tumbuh besar di Australia. Kalau dari Mbak Nuky?

 

Nuky Setiofitria:
Kalau saya, kurang lebih sama. Ini akan menjadi pengalaman pribadi yang sangat berkesan dan menumbuhkan banyak hal baru dalam diri saya. Baik dari segi akademis maupun adaptasi dengan lingkungan baru. Kita akan bertemu dengan orang-orang dari berbagai negara yang memiliki kebijakan dan budaya yang berbeda dengan kita. Banyak yang bisa saya pelajari dan mungkin diterapkan saat saya kembali ke Indonesia.

 

Selain itu, jejaring juga penting. Selain bertemu teman-teman dari PDT, kita juga bertemu profesor, profesional, serta memiliki akses ke platform Australia Global Alumni. Di sana, semua penerima AAS dari seluruh dunia berkumpul. Jika ada yang memiliki bidang keahlian yang sama, kita bisa saling berkoneksi untuk bertukar pikiran.

 

Raissa Almira:
Bisa saling berbagi wawasan ya?

 

Nuky Setiofitria:
Iya, meskipun bidang keahliannya sama, pola pikirnya bisa berbeda, jadi kita bisa saling melengkapi. Tambahan lagi, seperti kata Kak Abi, anak-anak yang sekolah negeri di sana gratis. Bahkan, untuk teman sekelas saya yang membawa anak usia balita, AAS memberikan subsidi 90% untuk daycare.

 

Abrian Firmansyah:
Untuk childcare.

 

Nuky Setiofitria:
Iya, subsidi untuk childcare. Jadi banyak sekali manfaat yang diberikan AAS, mulai dari persiapan sebelum berangkat, selama di sana, hingga kembali ke Indonesia dengan networking yang sudah terbangun.

 

Raissa Almira:
Luar biasa. Untuk jejaring sendiri, teman-teman akan bertemu penerima Beasiswa Australia Awards dari negara lain, teman sejurusan, dan orang-orang yang berbeda lagi jika aktif dalam klub atau kegiatan kampus. Jadi, akan ada banyak sekali orang yang bisa ditemui. Jejaring ini pasti menjadi salah satu kekuatan utama dari AAS.

 

Raissa Almira:
Oke, pertanyaan terakhir. Apa saran atau motivasi untuk para pelamar AAS di luar sana?

 

Abrian Firmansyah:
Saya sudah berbicara dengan banyak penerima beasiswa lain dan menjalani sendiri pengalaman ini. Menjadi penerima Beasiswa Australia Awards adalah salah satu nikmat dari Tuhan yang harus disyukuri dan pantas diperjuangkan.

 

Untuk teman-teman yang sedang berjuang, gunakan waktu yang ada untuk mempersiapkan aplikasi dengan sebaik mungkin. Lengkapi dokumen secara detail dan susun semuanya dengan baik. Saya percaya bahwa persiapan yang matang akan memberikan hasil terbaik.

 

Jangan lupa untuk menikmati prosesnya.

 

Raissa Almira:
Betul, jangan terlalu stres ya. Nikmati saja perjalanannya.

 

Abrian Firmansyah:
Nikmati prosesnya.

 

Nuky Setiofitria:
Kalau dari saya, saya merasa bahwa saya bisa menjadi penerima Beasiswa Australia Awards berkat kebaikan banyak orang. Saya mengenal AAS dari sahabat saya. Saya mengembangkan kemampuan Bahasa Inggris dengan bantuan teman-teman saya. Ada begitu banyak orang yang membantu saya mencapai titik ini.

 

Jadi, ketika kita sudah menjadi penerima beasiswa dan menerima beasiswa, ingatlah untuk menjadi perpanjangan tangan bagi orang lain. Bantu mereka yang sedang berjuang seperti kita dulu.

 

Salah satunya, kita juga harus bisa berkontribusi ke negara ini. Sama seperti yang dikatakan Kak Abi, ketika kita mendaftar Beasiswa Australia Awards atau sedang dalam proses pendaftaran, jangan dibawa stres, jangan terlalu jadi beban pikiran.

 

Raissa Almira:
Iya, betul banget.

 

Nuky Setiofitria:
Lalu, bagaimana cara meredakan beban pikiran? Kadang kita terbebani pikirannya karena kita tidak tahu informasi yang cukup, kan? Jadi, cari informasi sebanyak mungkin dan dari berbagai sumber. Dari website AAI, Instagram Kedubes Australia, dari penerima beasiswa, bisa menghubungi mereka, tanya-tanya. Semakin banyak riset yang kita lakukan, semakin berkurang kekhawatiran kita.

 

Raissa Almira:
Betul banget, itu cara yang bagus.

 

Nuky Setiofitria:
Selain itu, kalau kita sudah berusaha keras, apapun hasilnya nanti, jangan terlalu kecewa. Ingat, kita sudah memiliki nilai lebih karena kita telah sampai pada titik di mana kita bisa mengerjakan esai dan sebagainya.

 

Raissa Almira:
Iya, semangat terus! Jangan lupa istirahat juga ya, meskipun kerja keras itu penting.

 

Nuky Setiofitria:
Iya, semangat terus! Tapi jangan lupa untuk bersenang-senang juga.

 

Raissa Almira:
Iya, sangat memotivasi! Padahal aku sudah selesai, tapi aku jadi tergerak.

 

Nuky Setiofitria:
Lagi?

 

Raissa Almira:
Lagi? Hahaha. Aduh, bisa jadi ini jalur S3 nih!

 

Raissa Almira:
Oke, sudah selesai nih, teman-teman. Terima kasih banyak, Kakak-kakak, sudah mau berbagi.

 

Nuky Setiofitria:
Terima kasih juga, Kak Raissa. Senang banget bisa bertemu hari ini.

 

Abrian Firmansyah:
Terima kasih, Kak Raissa.

 

Raissa Almira:
Aku yakin banget teman-teman di luar sana pasti sudah termotivasi.

 

Abrian Firmansyah:
Amin.

 

Nuky Setiofitria:
Amin. Harus terus termotivasi.

 

Raissa Almira:
Sebelum aku tutup podcast hari ini, aku mau mengingatkan teman-teman semua untuk cek website Australia Awards Indonesia karena semua informasi ada di situ. Jangan lupa juga, pada 1 Februari nanti akan dibuka pendaftaran untuk batch baru.

 

Seperti saran dari senior kita, sebaiknya persiapkan dari sekarang, ya?

 

Nuky Setiofitria:
Betul.

 

Raissa Almira:
Biar tidak mepet, karena biasanya dokumennya juga mirip-mirip.

 

Nuky Setiofitria:
Kurang lebih sama.

 

Raissa Almira:
Nah, untuk teman-teman semua, jangan lupa untuk cek website Australia Awards Indonesia karena semua informasi ada di situ. Selain itu, cek juga media sosial Kedubes dan Konjen Australia di sini, karena semuanya ada di sana. Jadi, jangan sampai ketinggalan, ya.

 

Dan yang terakhir, kita mau bagi-bagi lima souvenir buat teman-teman. Caranya sangat mudah, teman-teman hanya perlu membagikan podcast ini melalui X atau Instagram story atau feed, dan juga mention Kedubes Australia dengan hashtag #OzAlumPodcast.

 

Setelah itu, teman-teman bisa mengisi data diri di sini. Yang beruntung akan dihubungi oleh tim Australia Awards Indonesia. Jadi, jangan lupa!

 

Oke, terima kasih sekali lagi, dan sampai jumpa di podcast berikutnya. Bye!