OzAlum Podcast
OzAlum Podcast
Eps #23: Apa Saja yang Perlu Dipersiapkan Pelamar PhD untuk Memperoleh Beasiswa Australia Awards?
Penasaran bagaimana cara meraih Beasiswa PhD Australia Awards? Di episode OzAlum Podcast kali ini, Raisa Savitri, penerima Beasiswa PhD Australia Awards, berbagi cerita tentang persiapan, tekad, dan ketekunannya. Dengan moto "gagal bersiap berarti bersiap untuk gagal," ia menekankan pentingnya perencanaan matang untuk mencapai kesuksesan.
Bersama pewara Raissa Almira, Raisa berbagi pengalamannya dalam proses aplikasi Beasiswa Australia Awards, mulai dari memilih bidang studi, menentukan universitas, hingga menjalin komunikasi dengan calon supervisor di Australia. Ia juga menjelaskan berbagai dukungan dari Australia Awards yang membantu pelamar dan penerima beasiswa menyusun proposal penelitian yang memberikan kontribusi nyata, membuka jalan menuju keberhasilan studi PhD.
Bagi Anda yang berencana mendaftar PhD melalui Beasiswa Australia Awards atau ingin memahami proses aplikasinya, episode ini menghadirkan wawasan dan perspektif menarik. Jangan lewatkan— Simak di Spotify, Apple Podcasts, YouTube, dan situs web OzAlum!
*woosh*
Raissa Almira: Apa langkah pertama yang kakak lakukan dulu untuk mempersiapkan diri daftar S3 ini? Apa yang berbeda antara Masters dan PhD?
Mungkin sudah punya temen kenalan yang daftar Masters. Apa yang paling membedakan di persiapannya?
*woosh*
Raisa Savitri: Beasiswa Australia Awards ini memberikan kesempatan untuk meningkatkan diri, baik itu kualitas diri sendiri, juga kualitas bersama keluarga. Karena saya yakin kesempatan empat tahun di luar negeri bersama keluarga itu akan memberikan kesempatan yang lebih baik.
*woosh*
Raissa Almira: Ada namanya Research Proposal Writing Workshop yang dilaksanakan sebelum jadi penerima beasiswa. Bisa diceritakan ke teman-teman, apa itu dan khusus buat siapa saja?
*intro*
Raissa Almira: Halo OzListeners, selamat datang kembali ke OzAlum Podcast, sebuah podcast mengenai Australia, beasiswanya dan juga para penerima beasiswa yang sangat keren dan juga alumninya. Banyak banget topiknya. Bersama aku Raissa Almira.
Untuk episode kemaren kita ngomongin mengenai aplikasi Masters untuk Beasiswa Australia Awards. Untuk sekarang kita akan fokus ke PhD nya. Gimana sih caranya penerima PhD ini mempersiapkan untuk mendapatkan PhD Award sendiri dan aku sekarang memiliki seorang tamu bersama aku yang namanya Raisa juga. Halo, Kak Raisa.
Beliau merupakan kandidat nih dari PhD di University of Adelaide, penerima Beasiswa Australia Award. Oke, aku langsung aja masuk ke pertanyaan pertama.
Kak, boleh cerita nggak kak, pengalaman kakak dan juga mungkin kesibukan kakak sekarang yang membuat kakak daftar PhD di Australia Awards Indonesia.
Raisa Savitri: Saat ini saya bekerja sebagai Analis Kebijakan di Kementerian Perindustrian di Direktorat Perwilayahan Industri. Jadi fokus pekerjaan saya saat ini lebih kepada pengembangan kawasan industri, tata ruang, dan juga izin usaha industri. Saya juga ibu dari dua orang anak, usia 7 dan 5 tahun.
Raissa Almira: Nanti ikut ya?
Raisa Savitri: Insya Allah.
Raissa Almira: Wah, seru banget. Nah, kenapa kakak memutuskan untuk S3 dan juga kenapa Beasiswa Australia Awards diantara beasiswa-beasiswa lainnya?
Raisa Savitri: Jadi pertama kali saya mengenal Australia Awards itu saya dapet beasiswa studi singkat tahun 2022. Kebetulan waktu itu dapetnya di Griffith University, di Brisbane dan mulai saat itu saya terpapar bahwa banyak sekali ternyata ilmu-ilmu, pengetahuan-pengetahuan yang bisa dieksplor lagi.
Lalu kenapa sih Australia Awards? Kenapa bukan beasiswa yang lain?
Jadi saat studi singkat itu saya baru mengetahui bahwa sebenernya di Australia Awards ini memberikan kesempatan yang sangat besar untuk ibu bekerja, kepada perempuan. Jadi memberikan kesempatan bagi saya yang sudah lama tidak masuk ke dunia akademis untuk kembali terjun ke dunia akademis.
Raissa Almira: Oke, jadi itu ya, inklusivitas untuk ibu. Oke.
Untuk langkah pertama yang kakak lakukan dulu, apa sih kak untuk mempersiapkan diri untuk daftar S3 ini? Apa yang berbeda antara Masters dan PhD?
Mungkin udah punya temen kenalan yang daftar Masters. Apa yang paling membedakan dari persiapannya itu?
Raisa Savitri: Kalau PhD itu kita harus siap proposal penelitian dulu ya. Jadi kalau biasanya Masters itu, apalagi yang coursework, dia tidak ada proposal riset. Jadi yang fokus pada riset itu hanya pada PhD saja.
Jadi sebelum saya bersiap untuk daftar Australia Awards, saya bikin proposal dulu.
Jadi berangkat dari apa yang mau diteliti lalu setelah itu baru bikin proposalnya dan coba membaca lagi seperti yang tadi disampaikan di PDT kemarin, baca lebih banyak, baca lagi.
Raissa Almira: Baca lagi ya, oke. setelah kita bikin proposal kan harus tau kira-kira kampus mana yang oke, yang bisa mengakomodasi rencana penelitian kakak. Nah itu gimana strateginya kak biar gak salah pilih. Apa dari dosennya juga, atau professornya?
Raisa Savitri: Pertama, harus riset. Jadi kita harus tahu fokus dari universitas itu apa, lalu di dalam kampus itu apakah ada grup penelitian yang untuk menolong kita untuk membantu grupnya? Lalu apakah ada kerjasama dengan lembaga-lembaga yang sesuai dengan research kita?
Kalau misalnya dalam kasus saya di Adelaide itu, mereka ada grup penelitian namanya ARC (Australian Research Council), fokus kepada iklim dan adaptasi.
Lalu kerjasama juga dengan CSIRO, itu seperti lembaga riset di bawah Pemerintah Australia yang memang kerjasama pada iklim dan hal-hal seperti perubahan iklim gitu. Jadi ya harus riset dulu lebih banyak.
Kenapa Adelaide? Karena memang cocok sekali sama sama riset saya, saya tentang perubahan iklim, adaptasi iklim dan di Adelaide ada dosen yang memang fokusnya pada adaptasi iklim yang fokus pada sosiologi dan population.
Raissa Almira: Tapi berarti kakak juga udah meneliti banyak dulu sampai mengerucut ke Adelaide atau tiba tiba langsung Adelaide?
Raisa Savitri: Jadi sebelum daftar itu, saya buat daftar seluruh dosen yang risetnya tentang adaptasi iklim. Jadi saya dapet 10 nama, dosen ini sudah pernah supervisi berapa orang Indonesia, lalu sudah berapa yang dia keluarkan jurnal-jurnalnya tahun, tentang apa.
Dalam satu riset itu ada yang fokusnya kepada A-nya, B-nya, atau C-nya. Jadi lebih pada itu dan juga jodoh-jodohan ya.
Jadi kalau saya, saya sudah mengemail beberapa dosen terlebih dahulu. Kebetulan ditolak dua kali dan yang ini adalah lucky number three. Kan katanya third time the charm.
Raissa Almira: Iya, jadi inilah yang paling pas gitu ya kak?
Nah, apakah ada saran nih buat teman teman di luar sana untuk mengontak calon supervisor, email, template atau apa yang harus kita lampirkan?
Raisa Savitri: Kalau misalnya untuk email pertama harus sopan. Jadi biasanya ada yang email tanpa cover letter gitu ya, jadi langsung semua tulisannya itu ditaruh di perihalnya gitu ya?
Dear professor, terus di dalam cover letter nya kosong, cuma ada cuma ada lampiran. Itu mungkin bisa dipelajari dulu cara meng-email yang benar pertama-tama.
Yang kedua, mungkin tidak perlu melampirkan proposal terlebih dahulu. Mungkin hanya perkenalan dulu, lalu bilang bahwa saya tertarik dengan penelitian bapak di sini, saya kenal bapak atau ibu dari sini dan saya sedang ingin meneliti dengan topik ini.
Jadi tidak perlu langsung membebankan beliau dengan proposal Anda. Jadi mungkin tarik ulur lah ya. Jadi memperkenalkan dulu apakah beliau tertarik? Kalau misalnya dia tertarik, dia akan membalas, lalu akan kita kirimkan lagi proposalnya. Kalau misalnya nggak tertarik, berarti ya coba lagi ke selanjutnya.
Raissa Almira: Tapi mungkin bisa elaborasi lagi mengenai cover letter. Apa sih itu?
Raisa Savitri: Oh ya, jadi kalau dalam email itu, dalam badan email itu kita harus menulis seperti pengantar gitu ya? Jadi misal “Dear professor apa, saya ini, dari ini, saya sedang berusaha daftar Beasiswa Australia Awards atau beasiswa lainnya.”
“Saya sedang berusaha untuk meneliti tentang A, tentang B, tentang C, dan saya menemukan info tentang bapak dari LinkedIn misalnya, atau dari Google Scholar atau saya baca publikasi bapak di sini sini sini. Bisakah bapak berkenan untuk connect dengan saya atau berkenan untuk membaca proposal saya?”
Raissa Almira: Apakah itu kakak langsung lampirkan CV atau nggak?
Raisa Savitri: Kalau untuk saya, saya lampirkan CV, tapi beberapa teman itu tidak. Jadi cuma perkenalan dulu nanti mereka baru, atau kalau misal tertarik minta proposal.
Raissa Almira: Lalu dikirim CV, proposal penelitian.
Raisa Savitri: Ya betul.
Raissa Almira: Jadi memang tergantung ya.
Raisa Savitri: Ya tergantung. Tapi kalau kita lihat, kalau di Australia itu mungkin budayanya itu perkenalan diri terlebih dahulu, nanti proposalnya menyusul pada email kedua, ketiga.
Raissa Almira: Ga langsung ya.
Raisa Savitri: Ga langsung. Betul, jangan membebankan profesornya untuk membaca proposal Anda dulu.
Raissa Almira: Betul, oke. Berhubung PhD itu penelitian penuh waktu, ada gak sih saran untuk mengisi formulir di aplikasi Beasiswa Australia Awards? Apa aja sih yang harus diisi? Apa aja yang jangan sampai terlewat di lembar pendaftaran?
Raisa Savitri: Kalau diisi ya harus semua. Tidak boleh tidak diisi ya. Kalau tidak diisi sepertinya langsung pasti langsung…
Raissa Almira: Dieliminasi ya.
Raisa Savitri: Ya betul, tapi seperti yang tadi saya sebutkan itu pentingnya proposal. Jadi di proposal kan kita sudah mengerti perkenalannya, latar belakang penelitiannya dari mana, lalu nanti pertanyaan penelitiannya seperti apa, lalu metodologinya seperti apa. Nanti cara mencari datanya seperti apa dan dalam waktu berapa.
Jadi pada daftar, pada aplikasi itu, semua pertanyaan tentang proposal ada di situ. Jadi kayak metodologi nanti apa. Lalu tuliskan jangka waktu untuk mencari data, nanti mencari datanya seperti apa.
Jadi memang kita harus punya proposal yang kuat terlebih dahulu baru bisa mengisi aplikasi dengan baik dan benar.
Raissa Almira: Berarti emang enaknya kita udah persiapkan dulu ya sebelum pembukaan ya tinggal copy paste dari proposal penelitian kita.
Raisa Savitri: Ya bisa bisa dibilang betul.
Raissa Almira: Baik. Nah, kalau kita ngomongin yang berikutnya itu adalah supporting statement, itu kan tidak mudah ya kak? Ya itu beda lagi sama proposal kan?
Raisa Savitri: Betul.
Raissa Almira: Nah itu ada gak kak saran biar tulisannya kuat sama personal gitu?
Raisa Savitri: Jadi saya mau cerita sedikit. Jadi cerita teman-teman PDT saya, kebetulan saya PDT bareng sekelas sama teman-teman PhD semua. Kami itu latar belakangnya semua berbeda, penelitiannya juga berbeda. Tapi kami berangkat dari hal yang sama. Jadi kita itu punya keresahan masing-masing. Keresahan inilah yang menjadi supporting statement kita masing-masing.
Jadi bagaimana kita tahu keresahan? Jadi kita harus mengulik diri kita lebih dahulu. Jadi apa sih yang ingin kita teliti? Kenapa kita ingin meneliti itu? Lalu nanti posisi kita dalam penelitian itu sebagai apa? Kita melihatnya dari poin yang mana?
Nah, itulah yang nanti menjadikan supporting statement kita itu beda dengan orang lain dan kelihatan bahwa itu memang dari kita gitu loh. Bukan kita contek aplikasi tahun lalu atau apa gitu.
Raissa Almira: Tapi kan untuk masalah keresahan itu biasanya dari isu yang besar gitu ya kak? Itu gimana kita bisa buat jadi hal yang dekat gitu. Personal.
Raisa Savitri: Jadi seperti yang tadi Mbak bilang, kita gak perlu membuat keresahan itu suatu hal yang brilian, suatu hal yang menakjubkan besar gitu. Hanya perlu yang kecil saja yang mungkin dalam jangkauan kita gitu ya. Jadi kayak misalnya kita gak perlu bercita-cita membuat Indonesia Emas 2045. Gak perlu.
Mungkin porsi kita hanya membantu anak yang kekurangan pendidikan di desa A, umur sekian gitu. Jadi tidak perlu suatu yang signifikan, cuman kecil tapi dapat dicapai gitu.
Raissa Almira: Baik, jadi emang bisa dicapai, gak terlalu yang besar, tapi ya yang realistis
Raisa Savitri: Realistis, betul.
Raissa Almira: Oke. Nah dulu kakak gimana sih cara nunjukin kontribusi kakak ke Indonesia? Di supporting statement-nya itu.
Raisa Savitri: Kebetulan saya kerja sebagai PNS di Kementerian Perindustrian dan saya memegang beberapa projek. Jadi kebetulan kalau untuk kasus saya, saya dekat untuk memberikan kontribusi kepada pemerintah, kontribusi kepada negara karena kerjaan saya.
Tapi untuk teman-teman yang mungkin pekerjaannya tidak dibidang pemerintahan, itu juga sebenarnya kontribusi kan banyak macamnya, jadi mungkin dia bisa berkontribusi dalam hal yang lain yang sedikit banyak membantu dalam pengembangan negara ini.
Raissa Almira: Oke, berarti memang kita juga harus refleksi ya nyari kekosongan yang kita bisa isinya gimana?
Raisa Savitri: Betul
Raissa Almira: Oke. Bicara soal dokumen nih kak. Nah, gimana sih Mbak dulu untuk memastikan perintilan ini semuanya ga ada yang terlewat?
Raisa Savitri: Iya betul. Jadi itu pembukaan beasiswanya lama ya mbak? Kalau nggak salah Februari sampai April, 3 bulan.
Kalau saya itu, dari Februari sudah saya upload semua. Lalu, sampai April itu saya cek berkala. Jadi misal saya baca lagi perintahnya, misalnya namanya di depan harus seperti apa? Jadi biasanya kan ada nama dokumen dulu baru nama kita, ternyata diminta nama kita dulu baru nama dokumen.
Raissa Almira: Oh penamaan ulang ya?
Raisa Savitri: Iya penamaan ulang, itu juga masalah ya. Pertama, penamaan dokumen.
Lalu nanti dibaca lagi ternyata diminta yang sudah dilegalisir tapi berbahasa Inggris, atau hanya diminta berbahasa Inggris saja tanpa legalisir, itu harus dibaca ulang, diulang lagi.
Tapi dari awal sudah saya unggah, sudah saya cek dan ricek untuk melihat bahwa memang yang saya upload sesuai dengan perintahnya atau enggak gitu.
Raissa Almira: Oke Kak Raisa kan ini merupakan perwakilan dari GOI atau PNS. Kira-kira ada nggak sih kak dokumen yang berbeda dibandingkan jalur reguler?
Raisa Savitri: Jadi ada dua dokumen. Yang pertama SKPNS. Jadi kalau misalnya PNS ada 2 SK, SK CPNS sama SK PNS, tapi yang diminta SK PNS nya. Lalu yang kedua ada Nominating Agency Declaration. Jadi ada surat dari kementerian atau lembaga pemerintahan yang di tempat bekerja. Tapi kalau di tempat saya itu kebetulan memang jalurnya boleh minta langsung kepada atasan.
Tapi kalau misalnya di kementerian lain atau lembaga lain, mungkin tergantung pada lembaganya ya. Biasanya masing masing lembaga punya peraturan tersendiri. Bisa dicek langsung pada biro kepegawaian.
Raissa Almira: Oke, baik, sekarang kita ngomongin mengenai Bahasa Inggris nih karena paling penting ya, apalagi kalau PhD kan benar-benar menulis gitu. Kira-kira kakak ada nggak sih saran untuk belajar bahasa Inggris dan juga kakak ambil tes apa nih? Apakah IELTS, PTE atau TOEFL?
Raisa Savitri: Oh kebetulan saya daftarnya pake TOEFL, jadi ya Australia Awards itu sangat baik banget. Jadi dia memperbolehkan pendaftar mendaftar menggunakan TOEFL.
Jadi saya kemaren daftar TOEFL saja.
Raissa Almira: ITP/iBT?
Raisa Savitri: ITP
Raissa Almira: ITP berarti bukan yang jutaan ya?
Raisa Savitri: Betul, yang 600 ribu ya. Jadi saya daftar yang ITP lalu setelah itu hasil dari ITP-nya, setelah shortlisted kita diminta untuk tes IELTS lagi sama Australia Awards.
Raissa Almira: Nah nanti di Bali pun pas PDT itu juga IELTS lagi bukan ya?
Raisa Savitri: Beberapa ya. Yang 10 minggu, yang dua setengah bulan itu tes IELTS lagi, tapi kalau yang di bawah itu tidak.
Raissa Almira: Tergantung sama situasi masing-masing. Oke kak, jadi kakak ambil TOEFL ITP pas dulu nih. Nah, ada gak sih kira-kira saran untuk belajarnya? Karena kan emang menantang banget ya Bahasa Inggris. Boleh dibagikan ke teman teman semua.
Raisa Savitri: Kalau di kasus saya, saya belajarnya sendiri karena saya punya anak di rumah, jadi kalau saya les kayaknya waktu untuk anak berkurang. Tapi teman-teman ada beberapa yang memang les, baik itu cuma writing aja atau speaking aja. Tapi kebanyakan memang kita harus latihan ya, walaupun sendiri ataupun bersama orang lain tetep harus latihan.
Jadi jangan terlalu percaya diri dengan kemampuan Bahasa Inggris
Raissa Almira: Karena memang beda sih teman-teman ya antara kemampuan Bahasa Inggris sama kemampuan untuk ngambil tes ya.
Raisa Savitri: Betul, beda sekali.
Raissa Almira: Ada polanya sendiri kalau tes itu, berarti dulu kakak beli buku gitu ya?
Raisa Savitri: Beli buku, tapi belajar banyaknya sih dari YouTube ya.
Raissa Almira: Oke, karena banyak banget kanal yang bahas itu.
Raisa Savitri: Betul.
Raissa Almira: Nah ini kita akan ngomongin mengenai surat rekomendasi nih kak.
Kira-kira gimana sih cara memilih orang yang paling tepat untuk memberikan surat tersebut? Kalau PhD kan harus dua ya akademiknya? Itu kan biasanya cuman satu, kalau yang Masters, contohnya dosen pembimbing aja gitu ya. Kalau dua, siapa aja nih yang dipilih sama kakak?
Raisa Savitri: Kalau dua itu kemarin saya memohon kepada dosen pembimbing skripsi dan dosen penguji. Jadi saya minta kepada dosen pembimbing skripsi, disertasi atau tesis. Itu untuk memberikan surat rekomendasi, lalu dosen pengujinya.
Jadi nanti hasil rekomendasinya itu lebih kepada bagaimana dulu disertasi saya dibuat, lalu hasilnya seperti apa.
Raissa Almira: Berarti udah nggak ada hubungannya sama dosen S1 ya?
Raisa Savitri: Betul.
Raissa Almira: Oke, kita fokus ke S2 yang paling terakhir gitu.
Raisa Savitri: Jadi lebih baik teman-teman itu menjaga hubungan baik ya dengan dosen-dosen pembimbing dan dosen penguji, supaya pada saat membutuhkan rekomendasinya bisa mendapatkan.
Raissa Almira: Oke, baik. Nah ini juga ada template-nya sendiri dari AAS kan ya?
Raisa Savitri: Betul ada template nya sendiri. Nanti kita berikan kepada dosen-dosennya. Nanti beliau-beliau yang akan mengembalikan lagi.
Raissa Almira: Oke baik siap. Nah, kalau kakak bisa ingat-ingat nih dari perjalanan dari mulai daftar dan juga keterima dan juga ke Bali, PDT, apa sih pelajaran yang paling terkenang? Yang paling Pelajaran berharga banget sampai kepikiran sampai sekarang mengenai proses ini?
Raisa Savitri: Jadi sebenarnya ini saya sekali coba. Jadi sebelumnya saya belum pernah mendaftar beasiswa. Tapi kalau menurut saya pendaftaran untuk Australia Awards ini sangat mulus ya, sangat jelas. Lalu pengumumannya itu sangat jelas dan saya rasa Australia Awards ini memberikan kesempatan yang sangat besar untuk orang-orang seperti saya.
Jadi saya itu terakhir Master tahun 2012, jadi hampir 10 tahun untuk lanjut ke S3. Makanya diberikan jembatan untuk kembali ke dunia akademis dengan PDT itu dengan PDT, PhD Extension Program dan memberikan kesempatan kepada ibu-ibu yang bawa anak, yang menyusui, untuk kembali sekolah.
Jadi menurut saya selain mulus, juga sangat mempedulikan.
Raissa Almira: Akomodatif juga ya?
Raisa Savitri: Betul, akomodatif.
Raissa Almira: Oke. Dan menurut kakak nih, apa sih yang seharusnya tidak dilakukan oleh pemohon PhD dan satu hal yang sering banget dilakukan, kesalahan oleh pemohon yang salah. Apa kira-kira harus dihindari ka?
Raisa Savitri: Yang tadi kita sebutin itu Mbak, jadi biasanya pemohon itu membuat janji-janji kontribusi yang muluk-muluk, yang terlalu brilian, yang mungkin nanti dibaca tidak bisa diraih gitu ya.
Jadi biasanya langsung tembak, untuk membantu Indonesia Emas 2045 gitu ya. Terlalu lebar, terlalu angan-angan itu, terlalu di luar jangkauan.
Jadi kalau menurut saya, kembalikan saja, refleksi lagi, kembalikan kepada diri sendiri. Apa sih yang paling mudah dicapai dan apa sih porsi kita untuk membantu, untuk berkontribusi gitu? Karena saya yakin semua orang punya kesempatan untuk berkontribusi sih. Besar, kecil dan besar kecilnya itu kan bukan dilihat dari kuantitasnya, tapi dari kualitasnya.
Raissa Almira: Betul, oke. Nah, setelah jadi penerima nih kak, apa sih keuntungan yang kakak rasakan untuk hidup kakak dan juga mungkin karir ke depannya? Belum mulai kuliah. Tapi udah kebayang nih kira-kira kayak gimana. Jadi apa yang paling bermanfaat buat kakak?
Raisa Savitri: Mungkin pertama karier ya. Karena untuk PNS pun kita memang diminta untuk ada kenaikan jenjang pendidikan. Jadi terima kasih kepada Australia Awards, semoga nanti setelah pulang saya bisa promosi. Betul.
Yang kedua, sebenernya Beasiswa Australia Awards ini memberikan kesempatan untuk Meningkatkan diri ya. Meningkatkan diri baik itu kualitas diri sendiri, juga kualitas bersama keluarga.
Karena saya yakin kesempatan empat tahun di luar negeri bersama keluarga itu kan memberikan kesempatan yang lebih baik. Juga saya ingin memberikan anak saya terpapar kepada dunia di luar Indonesia seperti itu.
Raissa Almira: Oke nih kak. Nah itu kan ada namanya Research Proposal Writing Workshop yang dilaksanakan sebelum jadi penerima nih. Bisa diceritakan ke teman-teman apa sih itu dan khusus buat siapa aja?
Raisa Savitri: Jadi workshop itu diberikan kepada teman-teman dari Equity Target Group (ETG) dan PNS untuk penulisan proposal. Jadi diberikan sebelum menjadi penerima. Jadi saat daftar itu ada waktu diberikan RPWW itu.
Nah di RPWW, di sana dia akan dibantu untuk penulisan proposal, mulai dari latar belakangnya, pertanyaan penelitian, sampai metodologi dan cara mengumpulkan data.
Nanti disana juga ada mentor-mentor yang bisa membantu untuk tanya jawab dan brainstorming, sebenarnya proposal kita sudah sudah oke belum? Atau kurangnya seperti apa?
Raissa Almira: Oke, ini ada di website juga ya?
Raisa Savitri: Betul.
Raissa Almira: Oke. Jadi memang dipersiapkan banget ya, bahkan hanya untuk daftar aja, belum jadi penerima. Keren banget Australia Awards Indonesia.
Nah, untuk PhD juga nih, apa sih manfaat PhD Extension Program? Apa sih perbedaan ini sama RPWW tadi?
Raisa Savitri: Jadi PhD Extension Program itu dilakukan setelah menjadi penerima.
Raissa Almira: Berarti dua kali ya?
Raisa Savitri: Betul. Jadi setelah menjadi penerima.
Nah, kalau di PhD Extension Program itu mungkin memang lebih lebih berfokus. Kalau tadi di RPWW hanya empat hari, kalau PhD Extension Program ada di dua minggu.
Raissa Almira: Dua minggu?
Raisa Savitri: Betul, dua minggu kita digembleng tentang proposal kita. Tapi sebenernya di PhD Extension Program itu lebih membuat kita percaya diri aja sih.
Jadi kita nanti dibantu untuk membuat contoh konfirmasi sebelum tur kandidat, dibantu. Lalu kita juga akan melihat penelitian-penelitian teman-teman yang lain sehingga mungkin pemikirannya lebih terbuka, lalu kita mengerti ada metode-metode lagi.
Walaupun sebenarnya nanti di Australia kita isi proposal itu akan lebih digembleng dengan supervisor-supervisor masing-masing.
Raissa Almira: Oke. Dan ini setelah Pre-Departure Training atau…
Raisa Savitri: Betul, setelah Pre-Departure Training.
Raissa Almira: Jadi lebih panjang durasi PhD ya?
Raisa Savitri: Iya, ditambah 2 minggu.
Raissa Almira: Oke, pertanyaan terakhir, kakak punya pesan dan juga motivasi nggak nih kak buat orang orang yang lagi mau berjuang PhD AAS?
Raisa Savitri: Pertama-tama mungkin persiapkan dari sekarang ya. Jadi kalau ada quote yang bilang “failed to prepare, prepare to fail” ya, jadi kita harus prepare terlebih dahulu, baik itu proposal kita, bahasa Inggris, juga mental ya. Karena belum tentu pada kesempatan pertama kita diterima. Jadi harus siap semuanya.
Nah setelah itu, seperti yang tadi saya sampaikan, saya tekankan berkali-kali, komitmen itu tidak perlu yang muluk-muluk, nggak perlu yang brilian, yang sebesar-besarnya, cukup yang bisa diraih aja yang mungkin dilakukan dan sesuai dengan porsi kita aja.
Raissa Almira: Oke, yang realistis dan juga bisa diraih. Wah menginspirasi banget pesannya. Terima kasih banyak Kak Raisa sudah datang hari ini. Aku yakin banget teman-teman di luar sana pada sangat terinspirasi untuk daftar next batch.
Nah, sebelum aku tutup podcast hari ini, aku mau kasih tau dan juga mau ngingetin buat teman-teman semua untuk selalu cek situs web Australia Awards Indonesia dan juga media sosial Kedubes dan juga Konjen Australia di sini, karena semua informasi mengenai Australia Awards Indonesia ada di situ.
Dan aku juga mau bagiin kabar baik. Kita akan bagikan lima souvenir untuk orang orang yang mau membagikan podcast ini ke media sosial. Caranya gampang banget, boleh share di X ataupun di Instagram Story atau Post, mention Kedubes Australia dan gunakan #OzAlumPodcast.
Nah, yang beruntung akan kita kontak nih. Dan jangan lupa juga untuk isi data diri di sini ya teman-teman. Semoga berhasil! Dan itu aja untuk hari ini. Terima kasih dan sampai jumpa di episode berikutnya. Bye bye.
*outro*